Muhammad Alfariezie
Monevonline.com, Bandar Lampung – Proyeksi mengembalikan produksi panen lada Lampung makin klise. Pada era 70an, lada Lampung sempat berjaya karena dapat menyumbang 50 ribu ton per tahun.
Seiring waktu panen lada Lampung terus merosot hingga hanya menghasilkan 15 ribuan ton per tahun. Padahal, lada merupakan salah satu komoditi ekspor dan rumah tangga masyarakat Indonesia.
Sekarang para petani tidak terlalu berminat menanam lada karena flaktuasi harga. Mereka lebih memilih menanam tumbuhan lain yang lebih menghasilkan dan mudah dirawat.
Lada Lampung mudah terserang penyakit busuk pangkal batang atau yang disebut Phytophthora Capsici. Virus mikroskopis ini membuat kualitas biji lada memburuk sehingga terjadi fluktuasi harga.
Memang, Pemprov Lampung telah menggandeng Fakultas Pertanian Universitas Lampung untuk mengembalikan produktifitas panen ikon provinsi ini. Fakultas Pertanian pun telah mendapatkan solusi mutakhir.
Fakultas Pertanian Unila telah melakukan survei tanah se-provinsi Lampung, lebih khusus untuk daerah sentra produksi lada yang terdampak Phytophthora Capsici serangan tinggi, yakni di daerah Way Kanan, Lampura, Lamtim, Tanggamus juga termasuk Lampung Barat.
Dari sampel analisa mikrokospis tersebut, tim peneliti dari Jurusan Proteksi Tanaman dan Jurusan Hama Penyakit Hama Tanaman, Dr. Radik dan kawan-kawan menemukan hayati agensi antagonis atau musuh alami dari cendawan Phytophthora Capsici.
Kendati hayati agensi antagonis yang dinamakan Trikoderma telah ditemukan dan dapat melokalisir cendawan tersebut, namun Dekan Fakultas Pertanian Unila, Prof. Irwan Sukri Banuwa mengatakan belum cukup menangkal serangan virus penyakit pangkal batang yang gemar menginduksi tanaman lada natar 1, natar 2 mau pun lada unggul lain yakni jenis petaling.
Karena itu juga, Fakultas Pertanian dan Pemprov Lampung yang ingin mengembalikan kejayaan Lada Lampung selalu dan terus berupaya hingga mereka menemukan cara ketiga, yakni menerapkan teknik sambung batang.
Kurang lebih, teknik sambung batang ini telah diaplikasikan selama kurun waktu tiga tahun sejak tulisan ini tersiar. Jadi, lada liar yang sejatinya sanggup menahan serangan Phytophthora Capsici dijadikan alas atau batang bawah. Kemudian disambung lada natar 1, natar 2 atau petaling untuk batang bagian atasnya.
Prof. Irwan Sukri Banuwa meyakini lada Lampung kembali berjaya atas penerapan tiga cara yang dimulai dari pemetaan lokasi serangan tingkat tinggi cendawan tersebut, kemudian disusul menebar trikoderma di area terdampak Phytophthora Capsici lalu dilanjutkan dengan menerapkan sistem tanam sambung tadi.
Dia juga menambahkan opsi seling tanaman lada dengan kopi yang secara ekologi akan mantab, secara ekonomi layak, dan secara sosial dapat diterima.
Rata-rata petani Lampung menanam kopi pada empat mata tunas atau pohon. Di tengah-tengah pohon itu ada peneduh. Menurut Prof. Irwan, akan mubazir jika peneduh itu dibiarkan karena tanaman kayuan hingga tanaman penegak bisa tumbuh di area tersebut.
Teknik seling ini juga mesti menggunakan sistem sambung batang lada liar dengan batang lada natar 1 atau natar 2 maupun jenis petaling untuk bagian batang atas guna menghindari serangan virus cendawan busuk pangkal batang.
Masalahnya, perlu upaya penanaman dan perawatan intensif dari para petani agar dapat menghasilkan kualitas kopi dan lada yang bagus dan siap ekspor.
Diperlukan juga Bimbingan Teknis (Bimtek) berkala terkait lokalisir Phytophthora Capisici, teknik penanaman seling lada dan kopi, Bimtek untuk penyebaran agensi hayati antagonis dan penanaman teknik sambung lada liar kepada para petani. Belum lagi memotivasi petani lada yang terlanjur beralih ke tanaman kelapa sawit atau tumbuhan lain.
Selain itu, Unila berstatus perguruan tinggi bukan perusahaan industri yang dapat memproduksi massal trikoderma. Perlu stimulasi serius dari pemerintah agar produk perguruan tinggi dapat diproduksi massal.
Lebih lanjut, harga bibit lada untuk menerapkan teknik sambung batang mencapai 35 ribu rupiah di pasaran Lampung. Ada bibit di Kalimantan harganya Rp5.000. Tapi mendatangkan bibit dari pulau tersebut rentan resiko kerusakan karena jarak dan waktu tempuh. Belum lagi ongkos kirimnya.
Jadi, mengembalikan kejayaan hasil panen lada Lampung memerlukan upaya serius dan biaya yang cukup tinggi serta dukungan mitra bagi perguruan tinggi untuk melakukan produksi massal agensi hayati protagonis bagi Phytophthora Capsici.