Opini  

Digitalisasi Mandek, Kemajuan Desa Tersingkir

Muhammad Alfariezie

Monevonline.com, Masih ada saja desa di Kabupaten Provinsi Lampung yang belum memiliki website sebagai portal resminya. Masyarakat hingga investor sangat memerlukan data dan hal pertama untuk melihat kemajuan serta potensi desa ialah melalui website portal resmi.

Tidak ada alasan bagi desa yang belum sanggup membuat portal resmi, karena pemerintah telah mengalokasikan DD yang jumlahnya ratusan sampai milyaran rupiah sebagai upaya pengembangan desa.

Harga rancang bangun website tidak lebih dari Rp 10 juta. Dari situ, siapa saja bisa melihat perkembangan pembangunan desa. Begitu juga bagi pemerintah, paling tidak menjadi langkah awal dalam pengawasan kinerja aparatur desa yang diberi amanah mendayagunakan Dana Desa.

Bukankah pemerintah telah menggalakkan program desa cerdas? Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengingatkan—

Program desa cerdas yang diinisiasi kementeriannya harus berkelanjutan. Dalam pengembangan desa menjadi smart village atau desa cerdas tidak ada kata berhenti, apalagi mundur.”

Pada pokoknya, desa cerdas didefinisikan sebagai desa yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui pemanfaatan teknologi dalam berbagai aspek pembangunan desa.

Namun bagaimana program ini dapat terealisasi jika untuk website resmi saja masih banyak desa yang belum memiliki. Dari website itu, kepala desa bisa lebih terbuka dalam alokasi bantuan dan pembangunan fisik mau pun non fisik sehingga orang-orang luat mengetahui perkembangan wilayah tersebut. Efeknya, tentu saja peningkatan ekonomi.

Pengusaha keripik singkong, bakan mencari tahu potensi bahan pangan tersebut. Begitu fungsi digitalisasi perkembangan potensi desa. Sehingga memungkingkan bagi pengusaha dari Bandar Lampung untuk mengambil bahan baku dari pesawaran melalui portal resmi pemerintah desa yang turut serta mempromosikan potensi pertanian wilayahnya.

Akan tetapi sedikitnya, 2 kecamatan di Pesawaran saja, ada 28 desa yang websitenya belum terealisasi. Nah itu hanya skala satu kabupaten, bagaimana kalau penelitiannya diperluas hingga seluruh kabupaten di Lampung. Memprihatinkan—

Karena ada beberapa desa yang menjadi objek wisata, yakni—

Desa Sungai Langka yang bersuana alam pertanian dan perkebunan. Di sana, ada kebun salak serta durian yang jika musimnya bisa mendatangkan pecinta kuliner berkunjung kemudian menceritakan pengalaman manisnya kepada sejawat.

Lalu, desa wisata Harapan Jaya pun belum memiliki website, sehingga calon wisatawan akan sulit mencari tahu detail keunggulan lokasi, potensi, spot foto hingga jarak serta waktu tempuh perjalanan.

Menjadi kerugian bagi masyarakat desa setempat. Sayangnya kerugian itu karena pengelolaan yang tidak berdaya saing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *