Muhammad Alfariezie
Monevonline.com — Sekitar 1.068.982 penduduk di Bandar Lampung bakal mendapat ancaman serius kesehatan pernapasan, kesehatan ibu hamil, bayi, lansia dan kesehatan generasi millenialnya. Penyakit jantung, bronkitis kronis, asma, emfisema, hingga kanker sedang menunggu waktu untuk memulai serangan. Pada tahun-tahun nanti, Bandar Lampung bisa menjadi kota darurat kesehatan atau penyandang harga berobat termahal.
Selain itu, ibu hamil akan mudah keguguran, lalu melihat bayinya lahir premature, autis, menderita asma hingga terpapar spektrum.
Kemudian, para lansia merenung di sebuah jendela berembun karena melihat para penerus sulit beradaptasi dan tidak memiliki kesanggupan memberi solusi sebab terpaku di depan komputer dan ruang dingin tanpa tanaman.
Tercatat pada Juni 2022, lembaga IQ Air menempatkan Bandar Lampung peringkat ke-8 penyandang kualitas udara terburuk se-Indonesia.
Sekarang, pada kemajuan teknologi informasi ini, millenial Lampung seolah tak memerdulikan kesehatan mereka di masa depan. Seakan, masa depan gilang-gemilang mudah didapat hanya dari komputer dan ruang AC. Padahal yang lebih penting adalah kesehatan lingkungan sekitar.
Bandar Lampung mesti sadar dampak buruk masa depan, itulah kenapa ada yang namanya investasi Go Green dan kenapa harus ada Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam tiap pembangunan.
Penekanan generasi millenial untuk melakukan investasi go green bertujuan meredam atau menghindari perubahan iklim bumi akibat pencemaran udara. Sebab, semakin banyak pohon maka kian mujarab penyerapan karbon.
Akan tetapi saat ini, paru-paru bumi seperti Amazon di Amerika Selatan dan Kalimantan Asia Tenggara perlahan gersang karena pembukaan lahan perkebunan. Total, bumi telah kehilangan sekitar 3 triliun pohon dari 6 triliun pohon yang ada.
Penting bagi kita untuk investasi penghijauan sebagai upaya memberi keuntungan bagi anak cucu nanti. Karena tentu, kita tak ingin melihat banyak bayi yang lahir premature, melihat anak cucu yang berusia 20 tahunan sudah terserang bronkitis kronis dan penyakit jantung akibat udara yang buruk dan mengkonsumsi makanan yang tumbuh dalam ambang batas.
Mengubah kualitas udara buruk menjadi lebih baik bagi kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi juga masyarakat dan developer atau pengembang perumahan.
Khusus pengembang perumahan, berperan mendirikan RTH sebesar 30% dari luas lahan yang akan dibangun sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan sehat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Budiman mendukung upaya merevitalisasi kualitas udara di kota ini. Menurutnya, ruang terbuka hijau di Bandar Lampung hampir menyentuh 20% sebagaimana yang ditentukan undang-undang dan peraturan pemerintah.
Budiman, bahkan berkeinginan membangun RTH sebagai area rekreasi dan refleksi bagi lansia dan anak-anak.
“Kita juga ingin mendirikan RTH untuk para lansia agar bisa berjalan-jalan mengirup udara dengan menikmati refleksi berjalan di batu-batu kerikil. Di samping itu, RTH yang menunjang kegiatan anak bermain yang memiliki sarpras seperti dalam taman bermain,” tuturnya.
Namun pihaknya terkendala mahalnya biaya pembebasan lahan. Karena lahan kosong yang tersedia kebanyakan dimiliki swasta dan masyarakat.
Jadi, DLH hanya mengandalkan RTH yang telah tersedia dan lahan yang dimiliki pemkot untuk terus berupaya menjaga kstabilan kualitas udara Bandar Lampung.
“Anggaran RTH Besar. Tergantung dari kita mau bagusnya bagaimana, tapi rata-rata besarnya biaya itu karena pembebasan lahan. Kalau untuk tanaman dan penunjang itu tidak terlalu besar. Lahan di pinggir jalan rata-rata harganya sudah 3 juta permeter, maka space yang kita garap ini sekarang RTH yang sudah ada, baik taman yang kita miliki mau pun media jalan yang sudah ada,” ungkap Budiman.
Budiman mengajak para akademisi dari Institut Teknologi Sumatera (Itera) untuk turut menggagas pembangunan RTH di Bandar Lampung. “Untuk millenial, kita menggandeng mahasiswa Itera. Tiap beberapa bulan sekali kita berkumpul di RTH untuk membahas gagasan mereka terkait ruang terbuka hijau,” katanya.
Menurutnya, pembangunan RTH sangat penting untuk memperbaiki kualitas udara. Dirinya menyebut, Bandar Lampung mesti mencontoh Surabaya yang termasuk dalam kota hijau. Karena itu, ia juga berkeinginan menghijaukan lahan-lahan yang ada di Bandar Lampung.
“RTH penting untuk memperbaiki kualitas udara. Tak usahlah kita mengacu pada luar negeri seperti Belanda karena itu terlalu tinggi, tapi mengacu pada Surabaya saja. Surabaya termasuk daerah yang hijau. Apalagi daerah industri itu perbaikan udaranya diserap dengan area penghijauan, maka kita juga ingin memanfaatkan lahan yang ada untuk program penghijauan,” ungkapnya.
Memahami betapa gentingnya kualitas udara di Bandar Lampung yang masuk peringkat ke-8 se-Indonesia, dan betapa pentingnya pembangunan RTH sebagai upaya perbaikan kualitas udara maka masyarakat Bandar Lampung juga harus mendorong pemerintah kota untuk sporadis melakukan upaya pembebasan lahan.
Pemkot juga mesti mendorong developer properti untuk membangun 30% RTH dari luas bangunan dan tak ragu memberi sanksi bila pengembang perumahan tak mengindahkan aturan tersebut.
Pemkot juga mesti menambah anggaran untuk pembangunan RTH dan menitipkan anggaran pembangunan ruang terbuka hijau kepada kecamatan mau pun keluharan untuk menciptakan kualitas udara yang baik bagi warga.
Sebagai orang tua, kita tak ingin melihat masa depan anak-anak terenggut karena dampak pembangunan yang tidak berpihak pada kualitas kesehatan. Sebagai anak muda, kita juga tak rela mesti kehilangan masa depan karena kebijakan satu arah yang tidak berpihak bagi masa depan.
Terbayang betapa lelahnya bekerja siang dan malam jika hasilnya hanya untuk membayar biaya pengobatan. Karena sebagai generasi penerus bangsa, millenial juga ingin merasakan nikmatnya kemerdekaan.