Muhammad Alfariezie
Monevonline.com, Bandar Lampung — Penting untuk direnungi tentang udara bagi keberlangsungan makhluk hidup. Dari serangan pandemi Covid-19, mestinya manusia belajar tentang arti penting kualitas udara bagi kehidupan. Tak terkecuali tua atau muda. Karena kita masih ingat bagaimana saat darurat Covid-19 merebak di segala penjuru, kita diperintahkan untuk berjemur dan memilah udara yang baik.
Namun tragedi Covid-19 yang memakan korban kurang lebih 150.000-an orang di Indonesia itu, dianggap atau dirasa sebagai hal biasa sehingga belum ada dorongan untuk merumuskan kemudian mengesahkan peraturan pemerintah berupa ajakan hingga sanksi tegas dalam mengendalikan kualitas udara yang baik. Kenapa demikian? Karena
Pencemaran lingkungan yang menimbulkan udara buruk masih berlanjut. Padahal, kualitas udara yang buruk bakal memunculkan ragam penyakit, sebut saja salah satunya yaitu bronkitis kronis. Bahkan lantaran udara buruk, kesehatan ibu hamil akan terganggu dan kemungkinan bakal berdampak pada bayi yang lahir— mereka bisa mengidap autis.
Hak masyarakat untuk menghirup udara yang sehat, sungguh telah dijamin negara dalam pasal 5 ayat (1) undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan—
Dinyatakan, setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Namun praktik di lapangan, masih terjadi pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan industri kepada warga yang bermukim di sekitarnya. Seakan-akan, kualitas udara yang buruk bukan ancaman berarti, meski Covid-19 telah memberi manusia contoh sahih betapa penting merawat kualitas udara.
Salah satu kasus terjadi di kelurahan Way Lunik, Kec. Telukbetung Selatan, kota Bandar Lampung. Pada Selasa, 7 Februari 2023, warga Kampung Jambu, RT 023, Lingkungan 2, Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, kota Bandar Lampung, yakni anak dari Masyati yang berusia 60 tahun terinfeksi ISPA.
“Anak itu terjangkit ISPA sejak 2021 dan dia tidak merokok,” tutur Agus Saparudin pada Jumat, 24 Februari 2022, pemerhati lingkungan di area tersebut.
Selain Roni, warga yang akrab dipanggil Entin, yang kira-kira usianya 60 tahunan juga menderita sakit yang sama.
Agus Saparudin mewakili suara warga di ring 1, ring 2 dan ring 3 yang terdampak praktik industri mengatakan, ia telah mengantongi tanda tangan 37 warga yang resah akibat praktik industri dari salah satu perusahaan di sekitar pemukiman mereka.
Perusahaan itu dikatakan mulai beroperasi sejak tahun 2016, pada kepemimpinan Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo.
M. Ridho Ficardo telah membuat peraturan gubernur tentang pengendalian pencemaran lingkungan. Tertulis dalam peraturan tersebut
“Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang kegiatan usahanya menimbulkan pencemaran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara serta biaya pemulihannya”.
Dalam pasal 28 angka 1 bab XI juga tertulis. “Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang kegiatan usahanya menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara wajib membayar ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan”.
Lalu, dalam bab VIII tertulis juga pada pasal 24 angka 1, “setiap orang atau penanggung jawab usaha atau kegiatan wajib melakukan upaya dalam rangka pengembangan ruang terbuka hijau”.
Implementasi di lapangan memerlihatkan, belum ada Ruang Terbuka Hijau (RTH) di area kelurahan Way Lunik. Selain itu, tidak ada sosialisasi tentang perubahan udara di sekitar industri sehingga masyarakat tidak tahu menahu kadar udara berbau yang mereka hirup.
Padahal, pada huruf a dan b pasal 15 bagian kedua dalam bab VII perda Provinsi Lampung tahun 2014 yang disahkan Gubernur Ridho Ficardo tertulis harus ada, “pemberian informasi peningkatan pencemaran udara kepada masyarakat, dan pengisolasian pencemaran udara yang terjadi dan penghentian sumber pencemaran udara”.
Tertulis juga dalam ayat 1 pasal 74 bab V pada undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang menyatakan, “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”.
Disebutkan juga dalam ayat berikutnya, bagi perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun dalam undang-undang mau pun peraturan presiden nomor 47 tahun 2012 belum ada sanksi tegas. Barulah ada sanksi teguran hingga penghentian izin perusahaan pada peraturan gubernur Lampung M. Ridho Ficardo tentang pengendalian pencemaran lingkungan di provinsi ini.
Akan tetapi hingga masyarakat di sekitar area perusahaan industri itu menderita penyakit ISPA, perusahaan belum memberikan kompensasi atau pun melakukan sosialisai terkait kualitas udara di kelurahan tersebut— paling enggak sampai berita ini dipublish.
Keras, Agus Saparudin menyampaikan aspirasinya. Ia sendiri menganggap dirinya sebagai perwakilan masyarakat yang tertindas lantaran praktik industri.
Dikirimkannya surat berisi aturan undang-undang terkait pengendalian pencemaran lingkungan kepada Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana, Inspektorat kota Bandar Lampung, Majelis Kehormatan Dewan DPRD kota Bandar Lampung untuk mengadukan kinerja anggota dewan terkait. Tak lupa, ia juga mengirim surat kepada perwakilan PBB Indonesia dan pihak perusahaan di Eropa.
Agus membeberkan kesaksian, borok-borok warga merasakan dana CSR, kenyataannya perusahaan tersebut tidak mengakomodir kesejahteraan masyarakat sekitar.
Hingga ia melayangkan surat kepada ragam stakeholder, belum ada warga sekitar yang menjadi karyawan di perusahaan tersebut. Meski, dikatakannya, warga setempat, terutama di ring 1 kerap mengisap dan memandang debu batubara serta aroma sangat tak sedap akibat produksi biodiesel perusahaan tersebut.
Masyarakat Way Lunik butuh kompensasi berupa jaminan kesehatan untuk berobat dan melakukan cek up rutin jika perusahaan itu terus beroperasi.
Berdasar undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pasal 1 ayat 3, pengertian CSR perusahaan adalah komitmen perseroan untuk terlibat aktif dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Anggaran dana CSR sekitar 2-3 dari total keuntungan yang diperoleh perusahaan setiap tahun. Tujuan CSR dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta lingkungan yang bermanfaat.
Pemerintah harus benar-benar turun tangan. Dewan perwakilan rakyat pun mesti terjun mengawasi eksekutif yang melakukan pengawasan dan memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan industri dan lingkungan sekitarnya. Bila perlua MKD juga ikut mengawas kinerja legislatif dalam mengawal kepentingan sosial dalam pencemaran lingkungan ini.
Diketahui dari research, perusahaan yang dimaksud Agus Saparudin memproduksi bahan mentah pertanian. Perusahaan ini ada di Indonesia sekitar tahun 1999, dan sudah didirikan lebih dari 170 tahun.
Di Bandar Lampung sendiri bukan baru-baru ini perusahaan itu diperhatikan sebagian publik dan media pemberitaan. Pada Juni 2018, Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Murti menyatakan sikapnya terkait kebocoran pipa yang menimbulkan tumpahan minyak kepala sawit dari perusahaan tersebut yang mencemari pesisir kota ini.
“Ancaman kerusakan lingkungan hidup akibat tumpahan minyak CPO tersebut dikhawatirkan menyebabkan punahnya jenis ikan yang hidup di perairan dangkal dengan kedalaman 0-200 meter dan merusak terumbu karang yang ada di pesisir kota Bandar Lampung dan biota laut lainnya,” berdasar research data tim liputan Monev.
Dari dua kejadian debu bara dan tumpahan minyak kelapa sawit, anak-anak republik ini telah menderita. Jika fisik saja mereka sudah sakit, bagaimana mereka meraih masa depan gilang gemilang.
Sebagai pejabat yang menanggung sumpah dan mengemban amanat undang-undang Republik Indonesia serta Pancasila, pemerintah tidak bisa mengatakan “ini masih baik-baik saja”.
Perusahaan industri memiliki tanggung jawab terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan dan membangun ruang terbuka hijau di sekitar tempat mereka melakukan produksi serta mengeluarkan dana CSR “yang diambil hanya 2-3 persent dari keuntungan setahun”.
Ketuhanan, Kemanusian, Persatuan, Permusyawaratan dan Keadilan sudah cukup menjadi rumusan untuk generasi masa depan mendapat kepastian masa depan.