Kasus Penggelapan Excavator, Kasat Reskrim Kompol Dennis: Kita Bisa Buka PenyidikannyaTerkait Pasal 480

Monevonline.com, Bandar Lampung – Tidak semua penjualan barang bekas maupun baru yang dijual ke penadah adalah milik sendiri, melainkan hasil curian atau pun penggelapan yang kemudian dijual pelaku untuk mendapatkan uang.

Untuk itu, para penadah hendaknya lebih waspada terhadap setiap barang yang diterima agar tidak terserese Pasal 480 KUHP dengan ancaman penadahan.

Sebab, kebanyakan pencuri yang tertangkap mengaku barang yang dicuri dijual kembali. Bahkan ada barang yang digelapkan kemudian dijual atau digadaikan bukan miliknya ke orang lain untuk mendapat keuntungan.

Seperti yang dialami Edi, warga Untung Seropati, Bandar Lampung yang menjadi korban penggelapan berupa alat berat excavator.

Dimana dalam kasus ini, polisi dari Reskrim Polresta Bandar Lampung telah menangkap satu pelaku bernama Erwin Gusnawan sekitar bulan Agustus 2023 lalu dan saat ini kasus tersebut sudah bergulir di persidangan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.

Erwin Gusnawan didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Bandar Lampung, M. Rifani telah melakukan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan 378 KUHP tentang penipuan.

Terdakwa Erwin kepada penyidik Reskrim Polresta Bandar Lampung mengaku telah menggadaikan dua excavator milik Edi dan Mulyono ke Eki Setyanto di Lampung Selatan (mantanwakil bupati Lampung Selatan) dan seorang pengusaha bernama Alim di daerah Sumatera Selatan.

Namun anehnya, kedua orang tersebut (Eki dan Alim) tidak dijerat dengan Pasal 480 KUHP tentang penadahan.

Kepada Monevonline.com, Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Dennis Arya Putra, mengaku saat ini kasus penggelapan excavator dengan tersangka Erwin Gusnawan sedang bergulir di Pengadilan.

Namun, tegas Dennis, penyidiknya telah memanggil Alim sebanyak dua kali untuk dimintai keterangannya.

“Kalau dari pengakuan tersangka Erwin kan dua barang itu (excavator) digadaikan ke Alim dan Eki. Nah si Alim sudah dua kali dipanggil tapi nggak pernah datang (hadir) menemui penyidik untuk dimintai keterangannya,” kata Dennis, Kamis (23/11/2023).

Masih kata Dennis bahwa pihaknya pun sudah mengeluarkan surat DPB untuk mencari excavator tersebut.

“Itu (excavator) sudah kita DPB- kan (Daftar Pencarian Barang). Karena perkara ini sudah masuk ke ranah pengadilan, jadi diikuti saja persidangannya,” pesannya.

Dennis menegaskan, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan membuka penyidikan baru terkait untuk Pasal 480 KUHP-nya.

“Kita bisa saja membuka penyidikan baru terkait Pasal 480-nya. Karena memang yang digadaikan tersangka itu bukan barang dia (pelaku),” jelasnya.

Dilain pihak, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bandar Lampung Helmi, mengatakan bahwa barang tersebut (excavator) sudah dipreteli.

“Informasinya excavator itu sudah dipreteli. Tapi untuk lebih jelasnya silakan ditanyakan langsung ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) nya. Karena dia (JPU) yang tau teknisnya,” kata Helmi, Selasa (21/11/2023).

Sementara itu, JPU Rifani usai persidangan dengan terdakwa Erwin pada Senin (20/11/2023) lalu dengan agenda yang seharusnya menghadirkan dua saksi yakni Marwan dan Eki (tidak hadir karena sakit), mengatakan, bahwa unit tersebut sudah tidak diketahui lagi keberadaannya.

“Kalau kata keterangan terdakwa Erwin, excavator itu digadaikan ke Eki dan seseorang di daerah Palembang,” jelas Rifani.

Disinggung kenapa tidak ada terduga pelaku 480- nya, Rifani menegaskan siapa yang harus dikenakan Pasal Penadahan tersebut.

“Siapa yang mau dijerat 480- nya?,” tanya Rifani saat diwawancarai awak media.

Anehnya lagi dalam dakwaan Jaksa, tidak ada menyebutkan nama Alim sebagaimana yang dikatakan terdakwa Erwin.

Diberitakan sebelumnya, mantan Wakil Bupati (Wabup) Lampung Selatan (Lamsel) Eki Setyanto, tidak hadir sebagai saksi dalam kasus penggelapan dengan terdakwa Erwin Gusnawan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Tanjungkarang, Bandar Lampung pada Senin (20/11/2023).

Pada sidang selanjutnya JPU kembali akan menghadirkan Mantan Bupati Lamsel periode 2010-2015 untuk dapat memberikan kesaksian dalam persidangan karena kesaksian dari Eki Setyanto sangat penting dalam perkara tersebut.

“Hanya satu orang saksi yang hadir yaitu Marwan sementara saksi Eki Setyanto tidak bisa hadir dengan keterangan surat resmi sakit. Pada sidang berikutnya akan dihadirkan karena kesaksian Eki Setyanto sangat penting di perkara ini,”ujar Rifani, usai sidang, Senin (20/11/2023).

Berdasarkan dalam dakwaan berawal terdakwa Erwin Gusnawan menemui saksi korban Edi dirumahnya untuk menyewa satu unit excavator merk Caterpillar milik saksi Edi dan terdakwa akan membayar biaya sewa excavator Rp18 juta per bulannya kepada Edi.

Setelah saksi Edi menyetujui keinginan terdakwa, kemudian antara terdakwa dan Edi membuat surat perjanjian pada 25 November 2020 tentang penyewaan excavator dan setelah itu terdakwa membawa satu unit excavator merk Caterpillar milik Edi.

Kemudian pada April 2021, terdakwa menemui Edi dan menyampaikan bahwa saksi Mulyono akan menggadaikan satu unit excavator merk Hitachi miliknya dan terdakwa menawarkannya kepada saksi Edi dan jika saksi Edi bersedia
menerima gadaian maka excavator itu disewa dan dikelola kembali oleh terdakwa karena terdakwa mendapatkan kontrak kerja dengan saksi Eki Setyanto, mantan Bupati Lamsel.

Saksi Edi yakin karena pembayaran penyewaan excavator yang pertama lancar dan saksi Edi tergiur untuk menerima gadaian excavator dari saksi Mulyono untuk nantinya disewakan dan dikelola terdakwa, sehingga pada tanggal 27 April 2021 saksi Edi menyerahkan uang sebesar Rp110 juta kepada saksi Mulyono, dan saksi Mulyono menyerahkan satu unit excavator merk Hitachi miliknya kepada Edi.

Dan setelah saty unit excavator merk Hitachi dalam penguasaan saksi Edi, pada 4 Mei 2021, saksi Edi menyerahkan satu unit excavator merk Hitachi tersebut kepada terdakwa untuk dikelolanya dengan kesepakatan terdakwa melakukan penyetoran uang sebesar Rp12 juta per bulannya kepada saksi Edi dan terdakwa menjelaskan bahwa nantinya excavator tersebut akan dipergunakan di daerah Tulang Bawang di lahan milik saksi Eki Setyanto.

Kemudian antara saksi Edi dan terdakwa menuangkan kesepakatan pengelolaan
excavator tersebut dalam surat perjanjian 4 Mei 2021, setelah itu terdakwa membawa satu unit excavator merk Hitachi tersebut namun setelah satu unit excavator merk Hitachi berada dalam penguasaan terdakwa, terdakwa tidak pernah menyerahkan uang setoran sebesar Rp12 juta sebagaimana
yang disampaikan terdakwa kepada saksi Edi sebelumnya.

Dan pembayaran sewa terhadap satu unit excavator merk Caterpillar juga tidak lagi dilakukan oleh terdakwa, dan terdakwa tidak pernah mengembalikan ke dua unit excavator tersebut kepada saksi Edi. Akibat perbuatan terdakwa, saksi Edi mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp350 juta. (Ocr)