“Peran Australia sebagai Pengekspor Batu Bara Terbesar Dunia Berubah ke Arah yang Lebih Ramah Lingkungan”

MonevOnline, Australia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor batu bara terbesar dunia. Namun, kini negara itu mengubah ketergantungan dari energi fosil ke energi terbarukan.

Duta Besar Australia untuk Perubahan Iklim, Kristin Tilley mengatakan bahwa benar memang Australia telah menjadi negara pengekspor bahan bakar fosil terbesar dalam beberapa dekade. Namun, pemerintah Australia telah berkomitmen untuk benar-benar mengurangi ekspor batubara ke depan.

 

“Kita mempunyai banyak bahan yang tepat, baik dalam hal komoditas dan sumber daya alam, maupun keterampilan dan keahlian yang dapat memanfaatkan bentuk energi baru, energi terbarukan di masa depan,” kata dia ditemui di Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2025).

 

Australia kini terus menggenjot industri energi untuk mengubah komoditas yang tadinya tidak ramah lingkungan menjadi ramah lingkungan. Negara tersebut juga menggenjot dekarbonisasi atau proses mengurangi secara signifikan emisi karbon dioksida (CO2) dan emisi gas rumah kaca (GRK).

 

“Cara tercepat bagi Australia untuk beralih dari ekspor bahan bakar fosil ke ekspor berbasis energi ramah lingkungan dan terbarukan adalah melalui jalur dekarbonisasi yang dilakukan oleh mitra dagang energi kami,” jelasnya.

 

Austalia sendiri telah memiliki kerja sama bilateral dengan berbagai negara, seperti Jepang, Korea, Singapura, untuk kolaborasi membangun proyek-proyek transisi energi dan ekonomi hijau.

 

“Jadi, semakin banyak mitra dagang kita di Asia melakukan dekarbonisasi, maka semakin cepat kita dapat beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan,” terangnya.

 

Kristin menyebut pada dua tahun pemerintahan yang baru negara tersebut, Australia telah meningkatkan target emisi karbonnya pada 2030 yakni yang tadinya 26% sampai 28%, menjadi 43%.

 

Tidak hanya itu, pemerintah Australia juga menargetkan jaringan listrik nasional di sana telah menggunakan energi terbarukan sebesar 82% pada 2030.

 

“Jadi ketika pemerintah masuk pada tahun 2022, jumlahnya sekitar 32% dari energi terbarukan. Oleh karena itu, mereka mempunyai target bahwa dalam waktu delapan tahun, mereka harus meningkatkan menjadi 82% energi terbarukan,” ungkapnya.

 

Dalam mencapai target itu ada berbagai cara yang dilakukan selain dekarbonisasi, tetapi investasi besar-besaran pada industri energi dalam negerinya.

 

“Termasuk program pendanaan sebesar US$ 20 miliar untuk meningkatkan jaringan listrik kita agar lebih banyak energi terbarukan dapat masuk ke dalam jaringan listrik,” pungkasnya.