Monevonline.com, Jakarta – 10 November 2020 mendatang, Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) akan melakukan pembekalan calon kepala daerah (Calonkada) yang berkontestasi di berbagai daerah di Provinsi Lampung.
Tak hanya Lampung, pada tanggal yang sama, KPK dijadwalkan akan memberikan pembekalan Calonkada yang ada di Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan Timur.
Nantinya, Kepulauan Riau akan menjadi tuan rumah sebagai lokasi pembekalan untuk ke empat wilayah tersebut. Untuk peserta dari daerah lain akan diikuti secara daring.
Sementara, Kamis (5/11/2020), KPK melakukan pembekalan Calonkada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Utara (Sulut) dengan menggunakan tempat di Aula Mapalus Kantor Gubernur Sulut, Kota Manado.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengingatkan para calonkada untuk lebih cermat dalam menerima bantuan sponsor sebagai kepentingan Pilkada 2020.
Pasalnya, kata Nawawi, berdasarkan hasil survei KPK pada tahun 2018 lalu ada 82,3 persen calonkada menyatakan adanya donatur dalam pendanaan Pilkada.
Hanya saja, dalam pembiayaan Pilkada oleh sponsor tersebut tak hanya terbatas pada masa kampanye.
Alhasil, yang dikhawatirkan terulang kembali, sumbangan para pengusaha tersebut memiliki konsekuensi pamrih.
“Karena pada umumnya, pengusaha dalam membantu dana kampanye nantinya untuk bisa mendapatkan kemudahan dalam proses perizinan dalam menjalankan bisnis-bisnisnya,” kata dia.
Dalam hal ini, lanjut Nawawi, keluluasaan dalam mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah. Demikian juga dari sisi keamanan bisnis yang dijalankannya.
Disampaikan Nawawi, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan (LHK) calonkada, rata-rata total harta pasangan calon yang mengikuti Pilkada serentak 2020 ini mencapai Rp18,03 Miliar.
“Bahkan, ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus Rp 15,17 Juta,” terangnya.
Sementara, kata Nawawi, dalam survei KPK pada 2018 memperlihatkan kebutuhan dana dalam mengikuti proses Pilkada di kabupaten/kota mencapai Rp5-10 Miliar.
Tak sampai disitu, dalam memastikan paslon untuk menang saja, pasangan calon harus menyediakan uang kurang lebih mencapai Rp65 Miliar.
Dalam menjelaskan fenomena tersebut, Nawawi mengatakan, berdasarkan survei KPK pada 2018 lalu, KPK bertanya kepada calonkada, yakni tentang apakah orang yang memberikan sumbangannya (donatur Pilkada) mengharapkan balasan di kemudian hari ketika Calonkada menjabat?
“Jawabannya 83,80 persen dari 198 responden mengatakan akan memenuhi harapan tersebut ketika dirinya menjabat kepala daerah,” paparnya.
Dalam hal ini, disampaikan Nawawi pada proses Pilkada ada kebutuhan dana yang dilakukan Cakada, antaranya, mahar kepada partai politik pendukung, dana sosialisasi ke konstituen; rapat kader, tata muka dengan calon pemilih, transportasi perjalanan, pertemuan terbatas hingga rapat umum, honor saksi di TPS, dan advertensi.
Belum lagi jika memberikan gratifikasi kepada masyarakat untuk memilih calonkada tersebut, baik dalam rupa uang, janji, barang atau membeli suara.
Terakhir juga yang disiapkan adalah biaya penyelesaian hukum konflik kemenangan Pilkada jika terjadi sengketa.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Harian (Plh) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Ilham Saputra mengimbau seluruh calonkada untuk menjaga integritas.
KPU, kata dia, mendorong seluruh peserta yang berkontelasi untuk menandatangani pakta integritas.
Saat ini, menurutnya, KPU sudah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam). Tujuan sistem tersebut adalah mendorong keterbukaan informasi keluar-masuk dana kampanye peserta Pilkada. (Red)