Fenomena La Nina Picu Hujan Ekstrem di Indonesia

Dosen Program Stusi Sains, Atmosfer dan Keplanetan (SAP) ITERA, Alvin Pratama, S.Si., M.T.,
Dosen Program Stusi Sains, Atmosfer dan Keplanetan (SAP) ITERA, Alvin Pratama, S.Si., M.T.,

Monevonline.com, LAMPUNG SELATAN – Memasuki November, Indonesia mulai mengalami musim hujan.

Datangnya musim hujan umumnya berkaitan dengan peralihan angin timuran yang bertiup dari benua Australia (Monsun Timur) menjadi angin baratan yang bertiup dari benua Asia (Monsun barat).

Pada dasarnya, angin ini membawa massa udara yang mengandung uap air karena melewati kawasan laut yang luas. Hal ini menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia menjadi lebih basah.

Dosen Program Stusi Sains, Atmosfer dan Keplanetan (SAP) ITERA, Alvin Pratama, S.Si., M.T., Senin (16/11/2020), menjelaskan, posisi Indonesia secara geografis memiliki karakter yang unik karena berada di antara benua Asia dan Australia; Samudera Hindia dan Samudera Pasifik; terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur; dilalui garis khatulistiwa; serta dikelilingi oleh lautan yang luas.

Hal ini menyebabkan wilayah Indonesia memiliki tingkat keragaman cuaca dan iklim yang tinggi.

Dinamika iklim di Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai fenomena global seperti ENSO (El Nino Souther Oscillation) dan IOD (Indian ocean dipole); fenomena regional seperti sirkulasi angin monsun Asia-Australia, ITCZ (Inter tropical convergence zone); dan faktor lokal yang disebabkan karena topografi daratan Indonesia yang terdiri dari pegunungan, lembah, dan banyak pantai.

Mengutip data klimatologi BMKG, Alvin menyebut, peralihan angin monsun ini diprediksi akan dimulai dari wilayah Sumatera pada Oktober 2020, lalu wilayah Kalimantan dan diikuti sebagian wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara pada November 2020 dan sepenuhnya akan dominan di wilayah Indonesia pada bulan Desember 2020 hingga Maret 2021.

Namun, satu hal yang menjadi perhatian, pada November 2020, hingga awal tahun 2021 beberapa wilayah di Indonesia berpotensi mengalami hujan dengan intensitas tinggi akibat adanya fenomena La Nina.

Fenomena La Nina berkaitan dengan lebih dinginnya suhu muka laut di Pasifik Ekuator bagian Timur dan lebih panasnya suhu muka laut wilayah Indonesia.

Kondisi ini menyebabkan meningkatnya suplai uap air untuk pertumbuhan awan hujan dan meningkatkan intensitas curah hujan di wilayah Indonesia.

Fenomena La Nina diprediksi akan mencapai puncaknya pada akhir bulan Desember 2020 dan hingga awal tahun 2021.

“Pada tahun 2020 hingga 2021 ini, potensi terjadinya intensitas curah hujan tinggi di beberapa wilayah di Indonesia sangat besar. Hal ini juga didorong dari hasil pengamatan anomali suhu muka laut pada zona ekuator di Samudera Pasifik yang menunjukkan adanya fenomena La-Nina,” terang Alvin dengan keahlian di bidang Meteorologi Lingkungan.

Potensi kejadian La Nina ini juga didukung dari hasil simulasi yang dilakukan oleh BMKG dan beberapa pusat layanan iklim dunia. Dari hasil tersebut diperkirakan bahwa kejadian La Nina dapat terus berkembang hingga mencapai intensitas moderate pada akhir tahun 2020 dan diperkirakan mulai meluruh pada bulan Februari dan berakhir disekitar bulan Maret-April 2021.

Khusus untuk wilayah Lampung sendiri, Alvin menyebut, dari hasil pemantauan stasiun meteorologi di taman alat UPT MKG ITERA, diketahui bahwa total curah hujan pada bulan Oktober sudah masuk kategori menengah dengan jumlah 112,6 mm. Hal ini berpotensi terus mengalami peningkatan, terutama menjelang pergantian tahun yang juga merupakan efek adanya fenomena La Nina.

Menindaklanjuti hal tersebut, Alvin mengharapkan pemerintah, masyarakat maupun stakeholder terkait bisa mempersiapkan diri dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi seperti curah hujan ekstrem, bencana hidrologi seperti banjir, longsor, angin kencang, dan lain sebagainya. (Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *