MONEVONLINE.COM, Jakarta – Para petahana yang ingin maju lagi di Pilkada 2020 diminta tidak memanfaatkan program penanganan virus Corona (Covid-19) sebagai ajang kampanye.
Ketua KPK Firli Bahuri meminta KPU dan Bawaslu segera memberikan sanksi tegas kepada kepala daerah pertahana tersebut jika memang ditemukan ada praktik tersebut di daerahnya.
“Disinilah diperlukan kehadiran penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sejak dini untuk mengingatkan dan memberi sanksi para petahana yang menggunakan program penanganan pandemi COVID-19 seperti Bansos untuk pencitraan diri, yang marak terjadi jelang pilkada serentak, yang tinggal menghitung hari,” kata Firli dalam keterangan tertulis, Minggu (12/7).
Menurutnya, KPU dan Bawaslu bisa memberikan sanksi pembatalan pencalonan terhadap kepala daerah petahana tersebut. Sanksi itu sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“Sanksinya bisa sampai pembatalan dirinya sebagai calon seperti termakjub pada Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang berbunyi: ‘Kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih’,” ujarnya.
Sebab, ia mengatakan selama ini KPK mendapatkan sejumlah laporan ada calon petahana memanfaatkan program penanganan Covid-19 sebagai ajang kampanye.
Ia menyebut para petahana biasanya mengunakan modus memasang foto hingga membuat spanduk dalam bantuan penanganan COVID-19 untuk mendompleng namanya.
“Dana penanganan COVID-19, dijadikan sarana sosialisasi diri atau alat kampanye, seperti memasang foto mereka pada bantuan sosial kepada masyarakat yang terkena dampak pandemi ini. Tidak sedikit informasi perihal cara oknum kepala daerah petahana yang hanya bermodalkan selembar sticker foto atau ‘spanduk raksasa’, mendompleng bantuan sosial yang berasal dari uang negara, bukan dari kantong pribadi mereka, yang diterima KPK,” ungkapnya.
Ia menilai perbuatan para oknum petahana ini menciderai niat baik pemerintah untuk membantu masyarakat di masa pandemi saat ini. Padahal, menurutnya, kontestasi Pilkada adalah ajang adu program bukan malah melakukan segala cara agar menang.
“Demokrasi yang sesungguhnya mesti menyediakan ruang adu program untuk meraih suara pemilih, bukan memainkan segala cara untuk meraih kemenangan. Saya imbau kepada kepala daerah yang kembali ikut kontestasi Pilkada serentak Desember 2020, stop poles citra Anda, dengan dana penanganan Corona,” kata Firli.
Tak hanya itu, Firli mengaku menemukan sejumlah oknum kepala daerah yang melakukan penyalahgunaan anggaran penanganan Covid-19 di wilayah ikut menyelenggarakan Pilkada serentak. Menurutnya, itu terlihat dari besaran pengajuan alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19.
“Beberapa kepala daerah yang berkepentingan untuk maju, kami lihat mengajukan alokasi anggaran COVID-19 yang cukup tinggi. Padahal, kasus di wilayahnya sedikit. Ada juga kepala daerah yang mengajukan anggaran penanganan Covid-19 yang rendah, padahal kasus di wilayahnya terbilang tinggi. Hal itu terjadi karena sang kepala daerah sudah memimpin di periode kedua, sehingga tidak berkepentingan lagi untuk maju,” katanya.
Untuk itu, Ia pun mengingatkan agar para kepala daerah tidak main-main dengan dana penanganan . Sebab, Ia mengatakan jika terbukti melakukan korupsi dana penanganan Covid-19 maka bisa diancam hukuman mati.
“Kembali saya ingatkan, kepada calon koruptor atau siapapun yang berfikir atau coba-coba mengkorupsi anggaran penanganan Covid-19, hukuman mati menanti dan hanya persoalan waktu bagi kami, KPK, untuk mengungkap semua itu,” tuturnya.
Di Lampung sendiri beberapa waktu lalu diketahui ada beberapa kepala daerah yang memasang namanya dalam bantuan Covid. Namun, setelah geger di Media dan Medsos, kepala daerah yang bersangkutan mulai menghapus nama dan fotonya dalam bantuan berupa sembako tersebut. (dtc)