Monevonline.com, Secara berkala dan tidak langsung, pemerintah telah menerapkan program ekspansi produksi dan perniagaan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian di tingkat desa. Sebutan programnya ialah BUMDES. Tak tanggung-tanggung, kucuran dana Rp 100.000.000 pemerintah gelontorkan untuk tiap BUMDES.
Tercatat, ada 2.654 desa dalam Provinsi Lampung. Akan tetapi BUMDES yang terdaftar hanya 500. Yang parah, lembaga usaha desa yang aktif di Lampung sangat memprihatinkan, menurut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila, Profesor Ambiya.
“BUMDES yang aktif bisa kita hitung jari. Malah banyak yang administrasinya belum lengkap tapi sudah terima uang,” jelasnya.
Buruknya sistem lembaga usaha desa dalam upaya meningkatkan produktifitas pendapatan masyarakat ini karena pengurus Bumdes dan aparatur desa tidak memahami sistem digitalisasi hingga tidak memiliki kemampuan berwirausaha, berdasar analisa kebijakan publik Profesor Ambiya.
Padahal sumber daya alam Lampung mempuni. Ini dibuktikan dari penelitian Monev ke Fakultas Pertanian Unila. Dekan Fakultas tersebut, Profesor Irwan Banuwa Sukri memaparkan hasil eksperimen mahasiswa dan dosen.
Hasilnya yang cukup menyenangkan adalah temuan alat produksi tepat guna. Karena alat itu, batang singkong bekas atau limbah panen yang akan berdampak buruk bagi lingkungan dapat dijadikan olahan pupuk, pakan ternak hingga produk pengganti batu bara.
Selain itu, anak-anak unila telah membuat gula cair dari singkong, membuat pakan fungsional dari limbah tapioka, membuat papan dan vas tanaman partikel dari batang singkong.
Menggunakan tanaman lain, anak-anak fakultas pertanian Unila juga telah membuat sabun, pakan ikan hingga bahan pembakaran.
Semua bahan dasar untuk membuat produk bermanfaat itu berasal dari desa. Tapi mengapa masih ada BUMDES yang kesulitan menciptakan produk, apatah lagi melakukan promosi dan menjual produk.
Berdasar obrolan Monev dengan profesor Irwan, maka projek jangka panjang ekonomi berdikari ini harus sudah berjalan, apalagi melihat sumber daya yang ada di Lampung.
Namun berbicara data, Lampung masih berada di peringkat 12 nasional dalam sekala pengentasan kemiskinan. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung merilis pada Maret 2022, jumlah penduduk miskin di sini sekitar 1.002,41 ribu jiwa. Rinciannya, Lampung utara 19,9%, Lampung Timur 15,24%, Pesawaran 15,19%, Pesibar 14,43%, Lampung Selatan 14,41%, Way Kanan 13,07% dan Mesuji 7, 47%.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila, Profesor Ambiya menjelaskan analisa kebijakan publiknya. BUMDES belum menopang kemandirian ekonomi desa lantaran lembaga eko desa yang masih lemah, sekala ekonomi yang belum tercapai dan struktur ekonominya juga belum tercapai.
Unila juga telah melakukan prinsip pendidikannya. Beberapa mahasiswa FEB telah diterjunkan untuk membantu aparat dan pengurus lembaga ekonomi desa. Para mahasiswa membantu membuatkan akta hukum hingga administrasi digitalisasi.
Temuan lapangan mencengkan profesor Ambiya. Pengurus BUMDES yang diharapkan sanggup menghidupi perekonomian di tingkat desa justru tidak memiliki laptop. Borok-borok memiliki jiwa kewirausahaan, untuk melakukan promosi digitalisasi saja belum memiliki standarisasi. Lantas bagaimana mereka mengelola alokasi dana yang dikucurkan pemerintah?
Perlu kajian ulang untuk memberikan alokasi dana kepada pengurus badan usaha desa. Paling tidak, pengurus lembaga ekonomi desa mesti mendapat pembinaan dan pendampingan mencari sumber daya produksi, melakukan produksi, melakukan promosi hingga membangun jejaring untuk kemudian menjual hasil produk ke berbagai daerah. Bila perlu dituntun melakukan eksport.
Untuk itu kerjasama antara pemerintah dan perguruan tinggi adalah “kartu AS-nya”. Bukan tak mungkin andai situasi ini atau ketakcakapan atau ketakpekaan pengurus lembaga ekonomi desa terus dibiarkan maka justru mengajarkan atau yang parah menyebar akar korupsi di tingkat desa. Dana seratus juta pertahun itu tidak sedikit. Masih banyak orang yang memerlukan untuk biaya hidup atau mengobati penyakit.
Pemerintah turut berdosa andai dana BUMDES itu justru dijadikan praktik korupsi kecil-kecilan dalam sekala desa. Jauh sebelum BUMDES ada, musisi legendaris Iwan Fals menciptakan lagu yang liriknya “Desa Harus Jadi Kekuatan Ekonomi”.
Opini Iwan Fals adalah Sahih karena berdasar obrolan Monev dengan Profesor Irwan menyatakan, sumber daya perekonomian itu ada di desa. Tidak percaya? Bukti sahih lagi perusahaan air mineral Danone, memanfaatkan perairan pegunungan. Jelas dalam iklan mereka sumber daya pegunungan itu disebut. Terang benderang, mereka bangga terhadap pemanfaatan sumber daya pegunungan.
Pertambangan pun letaknya berada di daerah Kabupaten. Ule Belu dan Suoh Lampung Barat, misalnya. Daerah itu kaya akan panas bumi.
Kemudian ketika Monev berbincang dengan dosen budidaya perikanan Unila, Dr. Supono, budidaya udang vaname menopang sebagian pendapatan konglomerat di kawasan Lampung Timur. Apalagi saat ini sudah ada penelitian dari Unila yang menyebut, udang vaname bisa dibudidaya di pekarangan rumah menggunakan air tawar.
Menggunakan alokasi dana seratus juta pertahun itu, BUMDES bisa memilih untuk fokus bergerak di perekonomian mana. Akan tetapi mengapa BUMDES yang aktif di Lampung justru memprihatinkan.
Ada perusahaan-perusahaan besar macam Sugar Grup di daerah kabupaten. Perusahaan itu mempunyai tanggung jawab untuk mengeluarkan dana CSR atau melakukan pendampingan.
Selain itu, di kota Bandar Lampung juga banyak ritail modern. Pemerintah bisa melakukan intervensi terhadap manajemen ritail modern untuk melakukan pendampingan dan pelatihan melakukan promosi dan penjualan produk lembaga ekonomi desa.
(Alfariezie)