Muhammad Alfariezie
Monevonline.com, Para akademisi yang konsen terhadap lingkungan dan penghijauan diharapkan mendorong perumusan peraturan Walikota yang berfokus untuk memerhatikan kualitas udara di Bandar Lampung.
Kesehatan warga menjadi yang utama sebelum kota ini berstatus metropolitan. Bandar Lampung pernah tercatat oleh lembaga IQ Air menempati peringkat ke-8 karena kualitas udara terburuk se-Indonesia.
Jangan sampai di tengah kemajuan pembangunan dan teknologi, justru masyarakat di Bandar Lampung sulit mengirup udara yang sehat sehingga menimbulkan berbagai penyakit, seperti bronkritis kronis, autis hingga gangguan kehamilan bagi ibu hamil, dan juga berdampak bagi kesehatan hewan.
Untuk menjadi kota metropolitan yang sehat, diperlukan pengetahuan tentang betapa pentingnya area hijau terbuka bagi masyarakat.
Sekarang, kurang lebih kota ini memiliki 20 kecamatan dan 126 kelurahan. Walikota Eva Dwiana pernah mengatakan, kalau tidak salah dalam peresmian stadion mini Kalpataru di kecamatan Kemiling—
Ia hendak atau berkeinginan membangun taman-taman atau tempat bermain anak di tiap kecamatan Bandar Lampung.
Pembangunan taman tempat bermain anak ini sungguh-sungguh relevan terhadap perkembangan aktifitas masyarakat kota yang semakin hari kian kekurangan ruang-ruang publik bersama keluarga.
Tanah-tanah kosong masyarakat kota, pada umumnya telah diubah menjadi kawasan perumahan oleh developer. Terbukti, anak-anak kota kerap menggunakan jalan lingkungan sebagai sarana bermain bola. Tapi lebih sering, mereka harus merogoh kocek ratusan ribu untuk menyewa tempat olahraga.
Dihadirkannya taman bermain atau ruang space hijau bagi penduduk perkotaan merupakan anugerah tersendiri bagi masyarakat. Bagi millenial dan para lansia jadi tidak frontal terjebak perkembangan teknologi informasi yang dampaknya meningkatkan emosional sebagai makhluk sosial.
Di ruang terbuka hijau, mereka bisa bersoalisasi dengan tetangga sendiri sambil mengirup udara sehat yang secara alamiah menjadi asupan wajib manusia.
Peraturan Walikota sangat diperlukan guna mendorong pembangunan area space hijau di tiap kecamatan bahkan di tiap kelurahan Bandar Lampung. Selain itu, perwali juga dibutuhkan bukan hanya untuk percepatan pembangunan, tapi memberi wawasan dan aturan bagi perawatan area space itu sendiri. ,
Narasumber terpecaya Monev mengungkapkan. Umumnya, pola pikir masyarakat kota masih terbatas ekonomi. Warga perkotaan belum fokus memikirkan lingkungan dan sosial, walau dua sektor itu sangat krusial bagi keberlangsungan hidup masyarakat mau pun pertumbuhan suatu wilayah.
“Harus ada dorongan dari para akademisi agar Perwali untuk ruang terbuka hijau dapat segera dirumuskan kemudian disahkan,” tuturnya.
Akan tetapi dirasa percuma jika perwali itu hanya untuk mendorong pembangunan area space hijau. Karena yang tidak kalah penting adalah menyadarkan masyarakat Bandar Lampung tentang pentingnya menjaga kualitas lingkungan sehat.
“Percuma pemerintah membangun banyak area space atau taman, tapi kalau masyarakatnya sendiri enggan untuk merawat. Pemerintah kota sudah ada program rutin untuk lingkungan, salah satunya gerebek sungai. Tapi coba lihat, masyarakat kita masih ada membuang sampah di sungai, bahkan di jalan pun,” katanya, Selasa, 14 Februari 2022.
Menurutnya, harus ada peran akademisi untuk merumuskan dan mendorong perwali. Dalam perwali itu juga mesti termuat tentang upaya meningkatkan wawasan dan kesadaran masyarakat perihal pentingnya lingkungan yang sehat bagi pemukiman.
Logika sederhananya, fisik dan pikiran yang sehat otomatis memudahkan siapa saja untuk beraktifitas, baik bekerja mau pun kumpul bersama keluarga.
Ada yang mengatakan, membangun ruang terbuka hijau di perkotaan sulit karena terkendala pembebasan lahan. Lagian, tanah kosong yang tersedia di perkotaan telah dimiliki pengembang perumahan.
Sebenarnya, ini bukan masalah. Yang jadi masalah, masyarakat Bandar Lampung mau atau tidak untuk bergotong royong, minimal mengajukan pembangunan ruang terbuka hijau atau area space kepada lurah tempat mereka tinggal.
Maka dari itu, perwali sangat penting untuk mendorong masyarakat agar bergotong royong menyediakan atau mengajukan pembangunan hijau kepada kelurahan.
Pasca pandemi Covid-19, kelurahan di seluruh Indonesia “telah” kembali menerima Dana Kelurahan (DK) yang kurang lebih jumlahnya 200 juta rupiah.
Artinya, bukan tak bisa, tapi sangat mungkin untuk membangun area space hijau di tiap kecamatan atau mungkin dalam kelurahan.
Dalam peraturan presiden nomor 60 tahun 2020 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Jabodetabek, Puncak dan Cianjur— para pengembang perumahan diwajibkan menyediakan RTH seluas 30% dari lahan pengembangan.
Pada Senin, 4 Oktober 2021 juga, Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana menyatakan usai rapat paripurna tingkat 1 DPRD Bandar Lampung tentang jawaban walikota atas tanggapan fraksi-fraksi mengenai Raperda pemerintah kota Bandar Lampung.
Ia menyebut, semua sepakat atas rancangan peraturan daerah perihal tata ruang wilayah kota Bandar Lampung tahun 2021-2041, pembangunan perumahan wajib menyediakan lahan seluas 20% untuk ruang terbuka hijau.
Artinya, tidak banyak dana yang dikeluarkan untuk membangun RTH di tiap pemukiman, bahkan. Hanya perlu aturan yang mengikat agar warga lebih memerdulikan lingkungan sehat dalam kota metropolitan. Apalagi, kualitas udara akan dirasakan oleh generasi yang akan datang secara turun temurun. Jadi apa lagi yang ditunggu?
Dana kelurahan sudah dialokasikan pemerintah pusat. Tinggal lagi, aturan yang mengikat dan sanksi tegas agar pembangunan ruang terbuka hijau dapat segera terlaksana serentak atau pun bergantian dan supaya masyarakat turut menjaga hingga merawat lingkungan yang sehat.