Bancanaan Dana BOS di Provinsi Lampung

Itu pulalah yang terjadi pada gelontoran dana BOS tahun anggaran 2022 sebesar Rp 310.491.710.000 bagi SMA dan SMK di Lampung yang dikelola Disdikbud.

Monevonline.com, Adanya kucuran dana bantuan operasional sekolah (BOS), setiap tahunnya selalu saja diduga menjadi ajang bancaan bagi para pihak terkait. Mulai dari pimpinan sekolah, oknum pada dinas terkait, hingga oknum tim pengawasnya.

Itu pulalah yang terjadi pada gelontoran dana BOS tahun anggaran 2022 sebesar Rp 310.491.710.000 bagi SMA dan SMK di Lampung yang dikelola Disdikbud.

Sangat memprihatinkan, justru tim pengawas internal yang diketuai Sekdaprov Lampung, Fahrizal Darminto, ditengarai menerima upeti yang berasal dari dana BOS hingga puluhan juta.

Padahal, maksud Gubernur Arinal Djunaidi membentuk Tim Bos Reguler yang tertuang dalam SK nomor: G/85/V.01/HK/2022 tertanggal 31 Januari 2022 dan menetapkan Sekdaprov Lampung, Fahrizal Darminto, sebagai Ketua Penanggungjawab Tim Bos Reguler Tahun 2022 itu adalah melakukan pembinaan dan pemantauan program BOS reguler pada SMA, SMK, SDLB, SMPLB, SMALB, dan SLB dalam perencanaan, pengelolaan, dan pelaporan dana BOS reguler.

Dimana, menurut SK Gubernur, tim pengawas internal melakukan pembinaan dalam pengelolaan dana BOS reguler dengan fokus peningkatan kualitas belajar mengajar di sekolah.

Selain memiliki tugas memantau pelaporan pertanggungjawaban dan monitoring atas pelaksanaan program BOS.

Namun, fakta di lapangan berbanding terbalik dari maksud dibentuknya tim pengawas internal yang dipimpin Sekdaprov itu. Hanya dari 20 sekolah yang menerima dana BOS di tahun 2022 saja, uji petik yang dilakukan BPK RI Perwakilan Lampung menemukan fakta bila pengawas internal menerima upeti sekitar Rp 41.565.000.

Adanya upeti bagi tim pengawas internal yang diketuai Sekdaprov, Fahrizal Darminto, ini terungkap dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2022 yang dirilis 6 Mei silam.

Pada LHP yang ditandatangani Yusnadewi selaku penanggungjawab pemeriksaan itu diuraikan, berdasarkan uji petik pada 20 SMA dan SMK di Lampung, diketahui adanya dana BOS yang digunakan sebagai uang kontribusi.

Ironisnya, Ketua/Bendahara MKKS yang mengkoordinir upeti tersebut. Kemudian diberikan kepada oknum tim pengawas internal dari Pemprov Lampung yang melakukan pemeriksaan dan pemantauan penggunaan dana BOS. Baik berupa uang tunai ataupun cinderamata.
Dari uji petik BPK pada 20 sekolah yang tersebar pada 5 kabupaten di Lampung, praktik kongkalikong ini berlangsung tersistem akibat ikut bermainnya Ketua/Bendahara MKKS menggerogoti dana BOS.

Dari 13 sekolah di Kabupaten Pesisir Barat misalnya, menurut LHP BPK, oknum tim pengawas internal mendapat upeti dari dana BOS sebesar Rp 23.000.000, yang terdiri dari apa yang disebut sebagai dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 15.000.000, dan dana kontribusi tindaklanjut sebesar Rp 8.000.000.

Sedangkan dari dua sekolah di Kabupaten Way Kanan, tim pengawas internal Pemprov Lampung mendapat kucuran uang dari dana BOS sebesar Rp 3.585.000. Upeti tersebut dari dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 3.085.000, dan Rp 500.000 lainnya sebagai dana kontribusi tindaklanjut.

Praktik turut menikmati dana BOS juga dimainkan pada dua sekolah menengah atas di Kabupaten Pesawaran. Dari upeti yang dikemas dalam kalimat dana kontribusi pemeriksaan, tim pengawas internal mendapat Rp 5.945.000, ditambah Rp 3.414.500 sebagai dana kontribusi tindaklanjut. Sehingga dana BOS yang diterima tim pengawas internal sebesar Rp 9.359.500.

Sementara di Kabupaten Pringsewu dari satu sekolah yang diuji petik oleh BPK, diketahui dana BOS yang diberikan kepada tim pengawas internal sebesar Rp 2.500.000. Dan di Kabupaten Tulangbawang dari dua sekolah, tim mendapat bagian dana BOS Rp 3.211.500.

Dari 20 SMA/SMK yang diuji petik oleh BPK atas laporan pertanggungjawaban dana BOS, diketahui oknum tim pengawas internal telah “memakan” uang bagi kepentingan kemajuan dunia pendidikan itu minimal sebesar Rp 41.656.000, dengan kemasan istilah dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 31.804.000 dan dana kontribusi tindaklanjut Rp 12.852.000.

Siapa saja oknum tim pengawas internal yang “nakal” itu? Sampai berita ini ditayangkan belum diketahui pasti nama dan asal instansinya. Meski bisa dipastikan tim pengawas internal ini banyak melibatkan pejabat di lingkungan Disdikbud Lampung.

Terkait adanya oknum tim pengawas internal yang mendapat upeti dari dana BOS itu, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Arinal agar memerintahkan Inspektur Fredy SM memproses oknum yang telah terindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 41.656.000, dengan menyetorkannya kepada kas daerah.

Tidak hanya itu. BPK juga merekomendasikan agar Gubernur melalui Inspektorat Lampung memberikan sanksi sesuai kode etik dan disiplin pegawai terhadap oknum tim pengawas internal yang terkait kasus “makan” dana BOS ini.

Sudahkah Inspektur Fredy SM menindaklanjuti rekomendasi BPK dan menugaskan jajarannya melakukan pemeriksaan serta menjatuhkan sanksi kepada oknum tim pengawas internal penggunaan dana BOS “nakal” yang diketuai Sekdaprov Fahrizal Darminto itu? Sayangnya, Fredy SM belum memberikan keterangan.

(Alfa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *