Monevonline.com, JAKARTA, – Auditorat Utama Keuangan Negara VI (AKN VI) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyelenggarakan workshop persiapan pemeriksaan kinerja atas upaya pemerintah dalam percepatan penurunan prevalensi stunting, di gedung Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara (Badiklat PKN), Jakarta, Senin (24/7).
Workshop ini bertujuan untuk menyusun konsep program pemeriksaan (P2) pendahuluan dan konsep rancangan awal desain pemeriksaan yang akan digunakan dalam pemeriksaan pendahuluan.
Anggota VI BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VI, Pius Lustrilanang, dalam pengarahannya saat membukan kegiatan ini mengatakan bahwa dalam rangka mencapai target stunting 2024, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 yang mengatur tentang kebijakan, strategi, target, sasaran, serta tim percepatan nasional dan daerah yang melibatkan beberapa kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
“Dalam rangka penanganan stunting, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp44,8 triliun tahun 2022 dan Rp30,4 triliun tahun 2023. Anggaran tersebut tersebar di beberapa kementerian dan pemerintah daerah,” jelas Anggota VI BPK.
Anggota VI BPK menambahkan bahwa prioritas kebijakan dan alokasi anggaran pemerintah dalam penanganan percepatan penurunan prevalensi stunting telah menjadi target prioritas baik secara global maupun nasional di Indonesia. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, penurunan prevalensi stunting pada balita telah menjadi salah satu major project dengan target sebesar 14% di tahun 2024.
“Survei terhadap status gizi di Indonesia menunjukkan bahwa, target tingkat prevalensi stunting di Indonesia yang masih belum menggembirakan, dimana pada tahun 2021 berada di tingkat 24,40% sedangkan pada tahun 2022 berada di tingkat 21,60%,” ungkapnya.
Beberapa permasalahan dan kondisi tersebut mendorong BPK untuk turut mengawal kebijakan dan upaya pemerintah dengan melaksanakan pemeriksaan kinerja atas upaya pemerintah dalam percepatan penurunan prevalensi stunting.
“Momentum ini hendaknya dapat kita jadikan sebagai wujud nyata komitmen BPK dalam meningkatkan peran insight dan foresight, yaitu memberikan pendapat mengenai program-program dan kebijakan yang kinerjanya baik, serta memberikan tinjauan masa depan dengan menyorot implikasi jangka panjang dari keputusan/kebijakan yang dibuat pemerintah pada saat ini,” papar Anggota VI BPK.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemeriksaan harus direncanakan dan dilaksanakan secara komprehesif dengan melibatkan satuan kerja pemeriksaan dan BPK perwakilan yang terkait, serta unit kerja penunjang dan pendukung sesuai dengan kompetensinya.
“Entitas yang menjadi obyek pemeriksaan sedapat mungkin juga harus mencakup beberapa kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang terlibat dalam penanganan stunting,” ujarnya dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Auditor Utama Keuangan Negara VI, Laode Nusriadi, Auditor Utama Keuangan Negara V, Slamet Kurniawan, Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi dan Kebijakan Pemeriksaan Keuangan Negara, B. Dwita Pradana, Kepala Badiklat PKN, Suwarni Dyah Setyaningsih, para staf ahli, pejabat pimpinan tinggi pratama serta pemeriksa di lingkungan AKN VI.(hms/bpk)