MonevOnline, Perjalan Dinas ASN kembali mendapat sorotan dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Lembaga negara ini mencatat ada penyimpangan belanja perjadin hingga mencapai 39, 26 miliar rupiah di kementerian hingga lembaga-lembag dalam hasil pemeriksaan BPK semester II tahun 2023.
Rinciannya, perjadin yang tak ada pertanggungjawaban mencapai 14,75 miliar, perjalanan dinas fiktif Rp9,3 juta, perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan Rp19,64 miliar, dan penyimpangan perjalanan dinas lainnya Rp4,84 miliar.
“Penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp39.26 miliar pada 46 K/L,” tulis BPK dalam laporan itu.
BPK menyebut terdapat beberapa kementerian dan lembaga negara yang belum menyerahkan bukti pertanggungjawaban perjalanan dinas senilai Rp14,75 miliar.
Pertama, Badan Pangan Nasional (Bapanas) Rp5 miliar, BPK menyebut penggunaan daftar pengeluaran riil sebagai pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dalam negeri yang diberikan Bapanas tidak dapat diyakini kebenarannya.
Kedua, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebesar Rp211 juta. BPK mengungkap terdapat pengadaan tiket transportasi dan penginapan melalui unit kerja pengadaan yang tidak didukung bukti yang memadai dan bukti yang sesuai ketentuan.
Ketiga, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebesar Rp7 miliar. BPK mencatat terdapat pembayaran biaya transportasi kepada kegiatan sosilisasi yang tidak dapat diyakini kejadiannya.
Sementara itu, untuk belanja perjalanan dinas fiktif, BPK mencatat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan perjalanan dinas fiktif sejumlah Rp9,3 juta.
BPK merinci, Kemendagri diduga melakukan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan senilai Rp2,4 juta. Sedangkan BRIN, diduga melakukan pembayaran atas akomodasi yang fiktif.
Selanjutnya, terdapat belanja perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan atau kelebihan pembayaran senilai Rp19 miliar, yang terjadi pada. Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) senilai Rp10 miliar yang merupakan sisa kelebihan pembayaran perjalanan dinas yang belum dikembalikan ke kas negara.
Selanjutnya BPK mencatat bahwa BRIN melakukan belanja perjalanan dinas pada satuan kerja yang tidak akuntabel dan tidak dapat diyakini kewajarannya senilai Rp1,5 miliar.
Terakhir, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan perjalanan dinas yang melebihi kelas yang diperkenankan untuk jabatan terkait, hingga bukti akomodasi dan transportasi yang dipertanggungjawabkan lebih besar dibandingkan bukti pengeluarannya.
Tak hanya itu, BPK juga mencatat terdapat penyimpangan perjalanan dinas lainnya sebesar Rp4,83 miliar yang terjadi pada. Pertama, Kementerian Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp1,4 miliar yang merupakan perjalanan dinas yang tidak seharusnya, serta pertanggungjawaban tanpa didukung bukti pengeluaran.
Kedua, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) senilai RP791 juta yang BPK catat melakukan kegiatan perjalanan dinas tanpa bukti pengeluaran yang sah, dan terdapat pemborosan biaya perjalanan dinas berupa biaya tambahan akibat kesalahan pegawai dalam pemesanan tiket.
Keempat, Kementerian Pertanian sebesar Rp571 juta. Penyimpangan yang dilakukan yakni menggunakan daftar pengeluaran riil sebagai bukti perjalanan dinas, BPK menegaskan bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.***