MONEVONLINE.COM, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2019.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2019 tersebut telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, pada posisi keuangan per tanggal 31 Desember 2019, dan realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat menyerahkan secara langsung Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2019 kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sidang Paripurna DPD yang diselenggarakan secara fisik dan virtual di Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Dengan didampingi oleh Anggota I BPK/ Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I Hendra Susanto, dan Anggota V BPK/ Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara V Bahrullah Akbar, Ketua BPK menyerahkan secara langsung Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2019 kepada Ketua DPD A.A. Lanyalla Mahmud Mattalitti.
Hadir secara virtual dalam kegiatan ini Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, Anggota III BPK/ Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara III Achsanul Qosasi dan Anggota IV BPK/ Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV Isma Yatun serta Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan BPK yang turut hadir baik secara fisk maupun secara virtual
Lebih lanjut Ketua BPK mengatakan, penting untuk ditekankan bahwa dengan opini wajar tanpa pengecualian tidak berarti LKPP bebas dari masalah. BPK telah mengidentifikasi sejumlah masalah, baik dalam sistem pengendalian internal (SPI) maupun dalam kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti.
“Tugas BPK, tidak berhenti setelah LHP LKPP diserahkan, tapi akan berlanjut hingga seluruh hasil pemeriksaan ditindaklanjuti. Komitmen untuk mewujudkan akuntabilitas tidak saja diukur dari opini Laporan Keuangan, tetapi yang juga penting adalah menindaklanjuti hasil pemeriksaan. Untuk menjamin agar rekomendasi ditindaklanjuti, dilakukan pemantauan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan. Apalagi berdasarkan ketentuan pasal 20 UU Nomor 15 tahun 2004, pejabat pengelola keuangan negara wajib menindaklajuti hasil pemeriksaan BPK,” tegas Ketua BPK.
Selain itu Ketua BPK menyatakan bahwa sebagai wujud nyata BPK sebagai lembaga pemeriksa yang memberikan manfaat sesuai dengan International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) No. 12 tentang The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions, BPK telah melaksanakan reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal, Kesinambungan Fiskal Jangka Panjang Pemerintah dan Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2018 dan 2019.
“Dari reviu kemandirian fiskal daerah yang dilakukan mencakup seluruh pemerintah daerah dengan 4 (empat) level penilaian, yakni : belum mandiri, mandiri, menuju kemandirian, mandiri hingga sangat mandiri. Dari 542 Pemerintah daerah, hanya satu daerah yang berhasil mencapai level “sangat mandiri” yakni kabupaten Badung di Provinsi Bali dengan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) mencapai 0,8347, yang berarti 83,47 persen belanja daerah didanai oleh pendapatan yang dihasilkannya sendiri Pendapatan Asli Daerah (PAD). Indeks tersebut lebih tinggi dibanding dengan Kota Bandung dengan IKF 0,4024, bahkan lebih tinggi dari Provinsi DKI Jakarta yang memiliki kapasitas fiskal terbesar diantara seluruh daerah di Indonesia, dengan IKF sebesar 0,7107,” ungkapnya. (rls)