Daya Pikat Desa Wana Lampung Timur Ingin Dibeli Peneliti Amerika

Iwan Fals beropini melalui sebuah lagu berjudul “Desa” dalam album Manusia Setengah Dewa.

Monevonline.com, Desa adalah penopang power suatu negara karena desa bukan hanya ladang sayur mayur, tapi juga tempat yang menumbuhkan kebudayaan.

Iwan Fals beropini melalui sebuah lagu berjudul “Desadalam album Manusia Setengah Dewa. “Desa harus jadi kekuatan Ekonomi,” begitu penggalan lariknya.

Dosen ekonomi dan bisnis Universitas Lampung Professor Ambiya juga mengungkapkan, banyak yang bisa kita lakukan untuk mengembangkan ekonomi desa.

Melalui analisa kebijakan publik kita dapat menentukan pasar ekonomi untuk tiap potensi yang ada di desa,” sedikit membeberkan obrolan dengan Prof. Ambiya.

Pengamat ekonomi Lampung Asrian Hendi Cahya bertutur tentang potensi ekonomi di wilayah Kabupaten. Salah satu yang teringat ialah, perpaduan ekowisata dan atraksi budaya.

Tapi di manakah tempat strategis dan potensial untuk mengangkat ekowisata Lampung? Aku menjawab, dan berharap pendapat kalian juga sama.

Desa Wana Kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur memiliki warisan kebudayaan Lampung. Yakni, rumah-rumah adat serta tari peninggalan Keratuan Melinting.

Bahkan, karena panorama dan keaslian serta legendanya— Stasiun televisi Indosiar rela membayar orang untuk meliput potensi Desa Wana.

Tapi sebelum aku banyak bertutur tentang eksotisnya peninggalan Keratuan Melinting, kalian perlu mengatahui secarik asal-usul Kabupaten Lampung Timur sebagai hadiah pembukaku.

Jadi begini, Kabupaten Lampung Timur dinamakan Onder Afdeling pada pemerintahan Belanda. Controuler adalah kepala atau penanggung jawab Onder Afdeling. Dulu, Onder Afdeling ini terbagi atas tiga wilayah, yakni Onder Distrik Sukadana, Onder Distrik Labuhan Maringgai dan Onder Distrik Gunung Sugih.

Kendati dikendalikan seorang Countroller tapi masyarakat Lampung Timur kala itu tetap mengedepankan arsitektur leluhur dan mempopulerkan tari ratu melinting sebagai seni dan budaya mereka.

Kalian bisa datang ke Desa Wana untuk membuktikan kesanggupan orang-orang Lampung Timur mempertahankan warisan leluhur Nusantara.

Aku berpendapat, Desa Wana yang telah ditetapkan sebagai area Wisata Seni dan Budaya oleh pemerintah setempat tapi belum mendapat anggaran untuk melestarikan keindahannya itu, merupakan lokasi eksotis yang tidak kalah dengan pantai-pantai Lampung.

Dalam desa yang dibangun sejak tahun 1600 tersebut dan dalam desa yang luasnya mencapai 2.302,4 hektar itu, ada banyak rumah adat suku Lampung Sai Batin. Namanya Nuwo Balak. Waw

Nuwo Balak memiliki halaman yang luas karena masyarakat setempat sangat memanfaatkan sumber daya alam perkebunannya. Jadi mereka pun membangun rumah berhalaman luas sebagai area menjemur cengkeh, kopi dan hasil kebun yang lain.

Di desa Wana juga, ada Nuwo Balak yang didirikan sejak 300 tahun lalu saat aku menulis tulisan ini pada tahun 2022. Arsitektur rumah itu masih asli. Di dalamnya tak sekadar ada tempat jamuan untuk merencanakan acara atau upacara adat, tapi ada juga tempat untuk memandikan jenazah.

Bukan hanya aku yang tertarik dengan arsitektur dan cerita Desa Wana. Tempat berjejernya Nuwo Balak ini sering dijadikan penelitian mahasiswa. Rumah Iskandar Zulkarnain— seorang pemerhati kebudayaan Melinting dan pemilik rumah adat tua Nuwo Balak Desa Wana mengatakan, rumahnya yang berukir kayu jati padat filosofi itu pernah ditawar peneliti asal Amerika Serikat.

Sayang, Iskandar lupa siapa nama peneliti itu. Satu yang pasti, peneliti itu ingin membongkar Nuwo Balak Iskandar untuk kemudian dibawa ke Amerika Serikat lantaran arsitekturnya kuat dan tahan gempa serta memiliki perencanaan manfaat— seperti tempat untuk merumuskan konsepsi upacara adat dan lokasinya juga dibuat sesuai kebutuhan guna menampung sejumlah tokoh adat.

Nuwo Balak Desa Wana memang tertata. Kalau kalian tak sengaja ke sini maka coba deh mampir. Kalau kalian merasa gerah ketika berada di pekarangannya maka cobalah masuk ke dalam rumah. Kalian akan merasakan sejuk karena jarak langit-langit dengan lantai pijaknya cukup jauh.

Tapi bagaimana orang ingin berwisata ke Desa Wana kalau minim atraksi. Eits, Desa Wana memiliki sanggar dan kelompok tari yang konsen mengenalkan tari peninggalan Ratu Melinting.

Tari Melinting adalah salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Tiap geraknya berfungsi untuk menyampaikan kebesaran Keratuan Melinting.

Nah saat ini pun mesti begitu. Keelokan peninggalan keratuan Melinting yang telah juga ditulis oleh orang-orang melayu dari Malaysia dan Singapura— patut, menurutku populer di negeri sendiri, terutama sekala Lampung.

Saat ini, aku sendiri sebel karena ketika bertanya dengan kawan-kawan nongski dan yang parah di warung kopi ternyata kawan-kawanku tidak ada yang mengetahui bagaimana Desa Wana.

padahal kalau mereka mengerti betapa potensi Desa Wana yang memiliki sejarah panjang arsitektur Nuwo Balak dan tarian melinting, waw. Eits tapi.. tapii.. Bagaimana mereka mau peduli, wong pemerintah saja tidak peduli. Sekarang pertanyaannya

1. Apa yang telah dilakukan pemerintah terhadap Dewa Wana Lampung Timur sehingga masyarakat Lampung sendiri tidak mengetahui keberadaannya apatah lagi Eksistensinya?
2. Bagaimana pemerintah meminta maaf terhadap kelalaian atau pembiaran pengenalan seni dan budaya warisan leluhur nusantara yang padahal dapat memuliakan ekonomi kerakyatan dalam Ekowisata?
3. Bagaimana Desa Wana dan Tarian Melinting bisa bersaing dengan Malioboro Jogjakarta andai tanpa bantuan Pemerintah?

Closing Statement dariku, tulisan ini mesti sampai kepada Eksekutif dan Legislatif Provinsi Lampung sehingga ada peran dari pemangku kebijakan untuk kemandirian masyarakat Desa Wana. Karena sungguh-sungguh, jalan untuk ke sana pun sulit ditempuh mobil sedan

 

Sampai Jumpa..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *