MONEVONLINE.COM, Bandar Lampung – Berita tentang Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menegur wartawan dan mengaku preman saat Rakor Pilkada di Ruang Rupatama Kompleks Pemprov Lampung Rabu (23/6) lalu, masih ramai menjadi perbincangan.
Menurut Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistika (Kominfotik) Provinsi Lampung , Achmad Chrisna Putra, pemberitaan media tidak sama dengan fakta yang terjadi.
Dalam klarifikasi baru-baru ini, Chrisna Putra mengatakan, ucapan yang disampaikan Gubernur Arinal Djunaidi bukanlah ungkapan kemarahan namun dalam konteks bercanda.
Chrisna membeberkan kronologi kejadian tersebut. Menurut dia, sebelum kegiatan dimulai, protokol sudah mempersilakan para wartawan dan fotografer untuk mengambil gambar .
”Setelah wartawan dan fotografer mengambil gambar, protokol mengingatkan para wartawan untuk meninggalkan tempat (ruangan), kecuali para pemimpin redaksi yang memang diundang. Sampai dua kali protokol mengingatkan, dan akhirnya rekan-rekan media meninggalkan ruangan,” katanya.
Menurut Chrisna, ketika Gubernur Arinal sedang menyampaikan sambutan ternyata masih ada wartawan yang masih mengambil gambar sehingga Gubernur sempat terganggu konsentrasinya.
“Dan sempat diingatkan (wartawan yang mengambil gambar). Tetapi dalam rangkaian bukan menghardik atau membentak wartawan. Teguran itu sifatnya bercanda,” katanya.
Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung mengecam sikap Gubernur yang membentak wartawan MNC TV, Andreas, saat jurnalis itu sedang melakukan liputan Rapat Koordinasi (Rakor) Pilkada Serentak.
Pada acara itu Gubernur Arinal Djunaidi membentak Andreas dengan nada tinggi. Ia tidak mau disorot kamera dengan alasan ia sedang pusing. Ia juga mengaku sebagai mantan preman.
“Kami mengecam sikap gubernur Lampung. Sebagai pejabat publik. Seorang kepala daerah tak patut berbicara demikian,” kata Ketua AJI Bandar Lampung, Hendry Sihaloho.
Hendry mengatakan, pejabat setingkat gubernur seyogianya menjaga sikap dan lisan. Kalapun meminta wartawan untuk tidak meliput, sebaiknya hal itu disampaikan secara baik.
“Tidak perlu menghardik para jurnalis. Pewarta pasti menghormati hak narasumber yang meminta untuk tidak merekam atau mengambil gambar,” katanya.
Hendry mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya, dalam ruangan rapat itu terdapat sejumlah jurnalis. Gubernur memang meminta para wartawan untuk keluar dahulu. Tapi, beberapa jurnalis berada di belakang, jauh dari pintu.
“Mereka memang mau keluar, tapi gubernur keburu menghardik,” ujarnya.
Menurut Hendry, bukan kali ini saja Arinal bersikap kasar terhadap jurnalis. Pada Maret lalu 2020, kata Hendry, Gubernur Arinal Djunaidi mengancam jurnalis RMOLLampung Tuti Nurkhomariyah. Gubernur Arinal Djunaidi juga pernah berurusan dengan jurnalis TV One terkait liputan live warga yang mengungsi ke kantor gubernur karena khawatir tsunami.
Ia juga pernah bermasalah dengan jurnalis Kupas Tuntas pada 2019. Waktu itu, wartawan Kupas Tuntas menanyakan nasib honorer Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat.
“Pada 2016, Arinal yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung melecehkan jurnalis Tribun Lampung Noval Andriansyah,” katanya. (tlc)