Monevonline.com, Minimnya edukasi dan sosialisasi langsung dari dinas atau kementerian perikanan dan kelautan atau pun pertanian telah menimbulkan kekacauan pikiran nelayan, Minggu 11 September 2022.
Para nelayan bukan hanya kelimpungan lantaran kenaikan harga BBM subsidi, tapi juga pikirannya “terbelah” karena regulasi larangan membeli bahan bakar menggunakan jeriken.
Larangan penjualan BBM menggunakan jerigen untuk diperjualbelikan kembali, memang sudah sesuai Surat Edaran Nomor 0013.E/10/DJM.O/2017 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral perihal Ketentuan Penyaluran BBM Melalui Lembaga Penyalur.
Isi SE itu menjelaskan, “Penyalur Retail (SPBU) hanya dapat menyalurkan BBM kepada pengguna langsung dan tidak dapat menyalurkan BBM kepada pengecer”.
Akan tetapi, masih diperbolehkan untuk kebutuhan pertanian, industri kecil dan kepetingan sosial, sesuai peraturan presiden nomor 15 tahun 2012 mengenai harga jual eceran dan konsumen pengguna jenis bahan bakar tertentu.
Senior Supervisor communication dan relation pertamina patra niaga regional sumbagsel, Haris Yanuanza pada Kamis, 8 September,menjelaskan beli BBM menggunakan jerigen mesti menyertakan surat rekomendasi dari dinas atau kementerian.
“Kalau untuk nelayan, bisa menggunakan surat ijin dari kepala dinas KKP. Nanti pihak dinas tersebut yang akan mengeluarkan surat rekomendasi sebagai dasar pembelian BBM menggunakan jerigen,” jelasnya.
Namun dinas atau kementerian tidak bisa langsung mengeluarkan izin. Pihak-pihak terkait mesti menilik kebenaran dari permohonan para nelayan.
Atas dasar ini, nelayan memerlukan “uluran tangan” dan kepedulian dari pemangku kebijakan. Tujuannya mengurangi modal mereka sehingga keuntungan yang didapat tak menyebabkan penurunan daya beli dan kelayakan hidup, apalagi di tengah kenaikan BBM yang baru dicanangkan pemerintah.
Yang disayangkan dari informasi Haris Yanuanza adalah, ternyata nelayan, lebih khusus di Way Gebang, Pesawaran— tidak mengetahu informasi ini. Mereka mengeluhkan kemahalan harga BBM eceran yang dijual perorangan.
Mereka juga tidak mengetahui sama sekali tentang pembuatan surat izin itu. Padahal terpaksa membeli satu botol pertalite berisi satu setengah liter yang harganya 20 ribu rupiah. Sekali melaut, sekarang sejak berita ini disiarkan— mereka mesti mengeluarkan uang 70 ribu rupiah dari hanya 50 ribu rupiah.
“Tolong kitalah, nelayan ini sama sekali enggak tahu informasi pembuatan surat izin untuk membeli BBM pakai jerigen. Kalau bisa pemerintah turun lah ke sini untuk sosialisasi atau membuatkan kita surat. Kita ini kan sehari-hari hanya melaut, mana tau informasi itu. Kalau bisa pemerintah bekerja nyata lah ke sini lihat kondisi kita,” nelayan Way Gebang, Pesawaran, Abdul Somad pada Rabu, 7 September.
Monev sudah berupaya ke Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Lampung untuk mencari informasi lanjutan. Namun meski telah mengirim surat, pihak terkait belum bisa bertemu dengan jurnalis Monev.
(Alfariezie)