MONEVONLINE.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih mengkaji pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas.
“Permen tersebut memang sudah diundangkan, namun untuk pelaksanaannya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono masih ingin mendapatkan masukan dari semua pihak terkait regulasi tersebut,” ujar Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, dalam keterangan tertulis, Selasa, 26 Januari 2021.
Wahyu mengatakan beleid tersebut disusun dan ditanda-tangani oleh pendahulu Menteri Trenggono. Untuk itu, Menteri Trenggono masih akan melihat kondisi di lapangan sebelum mengambil keputusan.
“Sebagai pejabat baru, Pak Trenggono ingin mengetahui kondisi di lapangan agar bisa mengambil keputusan yang tepat terkait aturan itu. Yang pasti, Pak Menteri akan selalu berpegang pada prinsip kedaulatan, kelestarian dan kesejahteraan ekosistem maritim kita,” ujar Wahyu.
Sebagaimana diketahui, Permen KP Nomor 59/2020 telah disahkan pada 30 November 2020. Beleid tersebut antara lain mengatur tentang selektivitas dan kapasitas Alat Penangkapan Ikan (API), perubahan penggunaan alat bantuan penangkapan ikan, perluasan pengaturan, baik dari ukuran kapal maupun Daerah Penangkapan Ikan (DPI).
Selain itu, beleid tersebut juga memperjelas penyajian pengaturan jalur untuk setiap ukuran kapal sesuai dengan kewenangan izin usaha penangkapan ikan, serta perubahan kodifikasi alat penangkapan ikan berdasarkan International Standard Statistical Classification of Fishing Gear (ISSCFG) FAO. Sebelumnya, sejumlah kelompok masyarakat menilai aktivitas kapal cantrang ini merupakan dampak nyata pasca direvisinya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Hasil dari revisi Permen KP No. 71 Tahun 2016 adalah Permen KP No. 59 Tahun 2020 yang diterbitkan pada tanggal 18 November 2020.
Di dalam Permen KP tersebut pada pasal 36, cantrang dikeluarkan dari kategori alat tangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan. Alat tangkap yang dikategorikan mengganggu dan merusak berlanjutan sumber daya ikan antara lain pair sein, lampara dasar, pukat hela dasar berpalang (beam trawl), pukat hela kembar berpapan (twin bottom otter trawl), pukat hela dasar dua kapal (bottom pair trawl), pukat hela pertengahan dua kapal (midwater pair trawl), perangkap ikan peloncat (aerial trap), dan muro ami (drive-in net).
Penerbitan Permen KP Nomor 59 Tahun 2020 yang melegalkan cantrang sebagai alat tangkap dinilai menyebabkan sejumlah persoalan serius. Misalnya, beleid ini mengabaikan temuan KKP sendiri yang dipublikasikan dalam dokumen Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir tahun 2018.
Aturan itu menyebut cantrang dapat menyebabkan tiga hal, yaitu mendorong penangkapan ikan yang tidak efektif dan eksploitatif, menghancurkan terumbu karang yang menjadi rumah ikan, dan memicu konflik sosial-ekonomi nelayan di tingkat akar rumput. Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menyarankan Kementerian Kelautan dan Perikanan mencabut kembali Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2020 yang mengizinkan kembali penggunaan cantrang untuk menangkap ikan.
“Kami menyarankan aturan tersebut dicabut dan kembalikan ruang kelola ke nelayan. Negara siapkan transisi orang yang memakai alat tangkap yang merusak dengan pengganti,” ujar Susan kepada Tempo, Sabtu, 23 Januari 2021.
Susan mempertanyakan klaim pemerintah (KKP) yang mengatakan aturan memperbolehkan kembali cantrang bisa menyejahterakan para nelayan dan buruh kapal. Ia mengatakan nelayan tradisional dan nelayan tangkap justru dirugikan dengan aturan tersebut.”Nelayan yang mana, pengusaha perikanan iya (diuntungkan). Namun, nelayan tradisional dan tangkap rata-rata menjerit,” ujar Susan. (rls/red)