MONEVONLINE.COM, BANDARLAMPUNG – Pandemi tidak melulu menjadi hal negatif, bagi pelaku UMKM pengrajin batik khas lampung justru memberikan dampak yang positif. Pasalnya, semenjak pandemi banyak masyarakat yang beralih hobi untuk mengoleksi kain batik.
Hal ini dirasakan oleh salah satu galeri batik tradisonal, Deandra Batik Lampung, yang terletak di Jalan Garuda No. 3, Kelurahan Pinang Jaya, Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung.
Setidaknya, di gerai ini mampu menghasilkan 20 sampai 30 kain batik per harinya.
Andri Sapriyanto, pemilik usaha mengaku lebih fokus menjual hasil kerajinan batik melalui online sejak tahun 2016. Terlebih di era pandemi, selain menyesuaikan dengan situasi transaksi secara digital saat ini lebih memudahkan.
Kain batik tradisional ini tentu dibuat dengan cara yang masih sederhana. Galeri ini setidaknya mengerjakan sebanyak 26 pengrajin batik canting yang merupakan warga sekitar. Sementara seluruh bahan bakunya diperoleh dari Kota Solo.
Di setiap harinya, galeri ini memproduksi tiga jenis batik canting, yakni batik biasa dengan satu kali proses pencantingan dan pewarnaan. Kemudian batik asem dengan dua kali proses pencantingan dan pewarnaan, serta batik granit dengan tiga kali proses pencantingan dan pewarnaan.
Harganya pun masih tergolong ekonomis untuk sebuah kain batik asli, yakni mulai dari Rp300 ribu. Namun harga akan meningkat apabila tergantung dari kesulitan motif yang dipesan.
“kita memang fokus ke online, melalui Instagram. Kalau pandemi ini justru berdampak positif di batik, karena ibu-ibu banyak yang beralih membeli batik. Jadi justru lebih banyak yang beli semasa pandemi,” kata dia, Senin (5/7).
Para pengrajin batik canting ini adalah ibu-ibu yang merupakan warga sekitar. Dalam seharinya setiap pengrajin mampu menghasilkan satu kain batik canting dengan upah sekitar Rp80-100 ribu rupiah, tergantung dari tingkat kesulitan. Sementara pewarnaan batik dikerjakan dengan orang yang berbeda.
“Kalau motif sebenernya sudah digaris kita terima, jadi kita isi kekosongan dengan motif-motif yang lebih merinci. Dan itu setiap hari harus beda motifnya, jadi setiap kain beda motif,” ujar salah satu pengrajin, Wulan. (*)