Opini  

Pemkot Nihil Wibawa Soal Ruang Terbuka Hijau

“Kami akan membangun Ruang Terbuka Hijau bersarana olahraga yang di dalamnya ditumbuhi pohon-pohon akasia, dan pembangunannya untuk tiap kelurahan, atau minimal di tiap kecamatan”

Oleh Muhammad Alfariezie

Kewibaan Pemkot Bandar Lampung dalam membangun Ruang Terbuka Hijau masih belum terlihat, meski berbagai pihak telah melontarkan penilaian kinerja pemerintah perihal kekurangan area hijau di tengah kota.

Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri terang-terangan menyalahkan kebijakan Wali Kota Bandar Lampung atas Perda RTRW yang mengubah fungsi RTH untuk kepentingan lain.

Pendapatnya dalam salah satu media, dampak penerapan RTRW itu justru menimbulkan kemerosotan RTH dari 11,08% menjadi hanya 4,5% sehingga memperparah kualitas udara perkotaan Bandar Lampung.

Selain Walhi, Gunawan Handoko juga mengutarakan gamblangnya asumsi soal warga Kota Bandar Lampung yang kehilangan Elephant Park karena pembangunan Masjid Raya Al-Bakrie.

Setelah calon masyarakat kota metropolitan kehilangan taman di tengah kota itu, mereka juga bakal kehilangan kawasan hutan Kota Wayhalim akibat pembangunan mega proyek superblok.

Dalam opininya di Hello Indonesia, sepertinya Gunawan merasa Pemkot Bandar Lampung tidak bisa melihat momentum untuk menyelenggarakan pengelolalaan lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam ketahanan eksistensi Ruang Terbuka Hijau di perkotaan sesuai persepektif UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 2000 perihal Kewenangan Pemerintah Daerah Sebagai Daerah Otonom.

Pemerintah kota Bandar Lampung menanggapi pernyataan publik yang sinis soal kinerja mereka dalam membangun Ruang Terbuka Hijau, namun tanggapan itu kurang tegas dan tak memiliki daya kewibawaan sebagai pemegang kuasa.

Kepala Dinas Pertamanan dan Permukiman Kota Bandar Lampung Yusnadi Ferianto dalam wawancaranya bersama media lokal malah menyalahkan peraturan baru pemerintah pusat yang mengubah peraturan Ruang Terbuka Hijau menjadi tempat lain, sehingga dari datanya saat ini hanya tersedia 4,5%.

Namun demikian ia tidak menyangkal bakal mengupayakan sumber-sumber RTH dalam kota guna memenuhi peraturan perundang-undangan terkait.

Tak ketinggalam dari perkataannya adalah, dimintanya juga pengembang perumahan untuk membuat taman atau ruang terbuka hijau di dalam areanya. Masalahnya mengapa harus meminta?

Pemkot Bandar Lampung memiliki wewenang untuk memberikan sanksi kepada pengembang perumahan yang tidak mengindahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1945 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Begini bunyi pada huruf (a) dalam undang-undang tersebut. “Bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Huruf (d) dalam kitab yang sama juga menjelaskan soal pentingnya kualitas udara baik sebagai hak warga negara Indonesia.

“Bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan”.

Pembuatan undang-undang sebenarnya ini sangat futuristik untuk kota-kota di Indonesia. Pada huruf (e) misalnya, disebut juga bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan.

Kualitas udara kota Bandar Lampung pada hari ini (Selasa, 16 Januari 2023) dinilai Lembaga IQ Air yakni 63*. Berarti, Kualitas udara dapat diterima. Namun, mungkin terdapat risiko bagi sebagian orang, terutama mereka yang sangat sensitif terhadap polusi udara.

Agaknya pergantian musim mempengaruhi nilai kualitas udara. Sebab, nilai 63 kualitas udara kota Bandar Lampung terjadi pada musim hujan.

Musim kemarau di tahun 2023 lalu, nilai kualitas udara kota Bandar Lampung mencapai 122 yang sifatnya merugikan manusia, tanaman dan hewan.
Pemerintah kota Bandar Lampung dalam hal penurunan kualitas udara buruk ini berarti mendapat bantuan musim hujan. Artinya, warga kota Bandar Lampung akan sangat merugi ketika kembali masuk kemarau sampai kekeringan ekstrem.

Jelas warga Kota Bandar Lampung memerlukan Ruang Terbuka Hijau untuk netralisir sumpeknya hidup di area perkotaan. Please jangan remehkan kualitas udara buruk bagi masyarakat.

Menganggap remeh kualitas udara yang buruk sama saja membiarkan penyakit akut hingga kronis menggeroti tubuh generasi bangsa.

Penyakit akut diantaranya iritasi mukosa, iritasi saluran pernapasan, peningkatan ISPA, peningkatan serangan ASMA dan PPOK, peningkatan serangan jantung hingga resiko keracunan gas toksik.

Penyakit kronis diantaranya hiperaktivitas bronkus, reaksi alergi, reaksi asma, risiko PPOK, Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, risiko kanker serta risiko stunting.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sendiri telah mengkhawatirkan kesehatan warga dalam isu lintas batas polusi udara ini.

Melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian, Kemenkes RI menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor: HK.02.02/C/3628/2023 tentang Penanggulangan Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan.

Surat Edaran itu ditujukan kepada dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota, direktur rumah sakit, kantor Kesehatan Pelabuhan, B/BTKLPP, dan puskesmas.

Dalam suratnya, kementerian mendorong pemerintah daerah melibatkan peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan gangguan dan penyakit pernapasan.

Selain itu, mendorong kepada pemerintah daerah untuk mengimplementasikan strategi peningkatan kualitas udara dan pengelolaan dampak kesehatan, mulai dari menerapkan protokol kesehatan 6M + 1S, membuat sistem peringatan dini kepada masyarakat saat polusi udara tinggi, juga meningkatkan upaya surveilans, identifikasi, dan intervensi dini serta Health Risk Assessment, serta penanganan kasus komprehensif di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).

Sekadar info saja, warga Kelurahan Way Lunik, Telukbetung Selatan ada yang sudah terkena ISPA pada Selasa, 7 Februari 2024. Namanya Roni dan tidak merokok, anak dari Masyati (60).

Selain Roni, ada juga di daerah itu yang menderita penyakit ISPA. Namanya Entin (60). Dugaan sementara waktu itu, mereka bisa terkena ISPA lantaran hidup di sekitaran pabrik pembuatan minyak kelapa sawit yang dalam proses produksinya menggunakan bahan bakar batubara.

Padahal, pemukiman mereka lebih dulu ada dibanding perusahaan yang diduga mereka menebar penyakit pernapasan itu akibat limbah produksinya.

Kasus ini menyimpulkan, warga Bandar Lampung sangat memerlukan Ruang Terbuka Hijau untuk taraf hidup yang lebih layak. Tapi kewibawaab pemkot Bandar Lampung tak tampak dalam menanggapi kasus kurangnya area layak huni bagi warga sendiri.

Wali Kota Eva Dwiana saja menyalahkan peningkatan penduduk yang menyebabkan Bandar Lampung menjadi kekurangan Ruang Terbuka Hijau. Disebutnya, sebanyak 1,2 juta penduduk saat ini hidup di Bandar Lampung.

“Untuk Ruang Terbuka Hijau kita terbatas karena penduduk saja 1,2 juta. Kan makin padat belum lagi yang belum terdata sama kita,” kata Eva.

Eva menyebut pihaknya akan menyiapkan ruang terbuka hijau seperti yang mereka miliki di Batu Putuk, Kemiling dan Rajabasa.

“Nanti kalau ada tempat yang baik, kita ingin tempat bermain anak harus lebih banyak titiknya. Ini tanggung jawab kecamatan, PPPA agar perhatiannya lebih khusus. Kalau tidak diperhatikan siapa yang mau datang. Ini akan kita perbaiki fasilitasnya baru ke yang lain. Setidaknya ada satu kecamatan satu ruang terbuka hijau,” pungkasnya.

Apakah Ruang Terbuka Hijau itu yang diperlukan warga Kota Bandar Lampung? Sepertinya tidak, karena warga perkotaan tentu memerlukan Ruang Terbuka Hijau bersarana olahraga.

Seperti yang terlihat di Stadion Mini Kalpataru. Kaum tua dan muda berkumpul untuk berlohraga di area yang sejuk dan sangat layak.

Dosen Arsitektur Lanskap Institut Teknologi Sumatera Dr. Muhammad Saddam mengatakan, RTH publik ideal adalah area hijau tertanam banyak penghasil O2.

Salah satunya pohon akasia yang mengeluarkan oksigen perhari mencapai 43 kilogram dan mampu menyerap CO2 sampai 1 ton sehari.

Jadi agar Pemkot Bandar Lampung terlihat dan terdengar lebih berwibawa, maka tanggapannya dalam hal ini ialah mengatakan bahwa, “kami akan segera menyusun dan kemudian melaksanakan kerja-kerja perlindungan kualitas udara bagi keberlangsungan taraf hidup yang baik untuk masyarakat perkotaan”.

“Kami akan membangun Ruang Terbuka Hijau bersarana olahraga yang di dalamnya ditumbuhi pohon-pohon akasia, dan pembangunannya untuk tiap kelurahan, atau minimal di tiap kecamatan”.***