Perairan-Pasar Ikan Perlu Pengawasan Berkala Demi Ekonomi, Kesehatan dan Biota Laut

Monevonline.com, Kota Bandar Lampung yang merupakan wilayah pesisir kini mengalami berbagai masalah hasil tangkap nelayan. Hasil mayang nelayang Sukaraja terus menyusut.

Para nelayan hanya menghasilkan 50 Kg ikan sekali mayang. Padahal waktu mereka menebar dan menarik payang mencapai 4-5 jam. Yang parah, masing-masing nelayan payang yang terdiri dari 5-6 orang itu hanya mendapat 5-10 ribu rupiah ketika tangkapan terjual dan uangnya dibagi rata.

Monev berupaya menemukan jawaban atas kejanggalan ini. Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Lampung Dr. Indra Gumay Yudha, S.Pi., M.Si menjelaskan, sebab hasil laut yang terus menurun bisa terjadi lantaran overfishing. Tapi juga bisa karena faktor lingkungan, yakni perairan yang telah tercemar.

Dr. Indra Gumay Yudha di ruang kerja, Program Study Perikanan dan Kelautan Unila

Pencemaran lingkungan akan menyebabkan kecacatan larva ketika menetas. Akibatnya, larva-larva ini tidak bisa berenang sempurna ketika predator mengincar hingga mengejar.

“Kondisi perarian yang tercemar menyebabkan telur-telur ikan tidak menetas. Kalau pun menetas, kemungkinan survive larvanya rendah sehingga mengurangi populasi,” ungkap Dr. Indra Gumay Yudha.

Kita sendiri tak bisa berbohong atau menutup-nutupi. Perairan kota Bandar Lampung memang tidak lagi sehat bagi biodata laut akibat tercemar timbal.

Dr. Indra Gumay Yuhda telah melakukan penelitian. Polutan yang berupa logam-logam berat diketahui dapat menyebabkan keracunan, kelumpuhan, kelainan genetik, hingga kematian.

Berdasar kajiannya pada tahun 2007, badan sungai, sumur penduduk dan perairan laut pesisir Bandar Lampung mengandung logam berat Pb, Hg, Cu dan Cd.

Perairan di depan reklamasi PT BBS, perairan di sekitar Pelabuhan Peti Kemas Panjang, di sekitar Pulau Kubur dan Pantai Puri Gading mengalami pencemaran logam berat yang jumlahnya melebihi baku mutu untuk biota laut setempat.

Sedangkan kandungan logam Cu diketahui telah melebihi baku mutu pada beberapa lokasi pengukuran, yaitu di perairan di sekitar Pelabuhan Srengsem, di tengah laut, perairan Pulau Kubur, perairan di PPP Lempasing, di sekitar pantai Puri Gading, dan di perairan Pulau Pasaran.

Kemudian keberadaan logam Cd telah melebihi baku mutu pada lokasi pengukuran di perairan lahan reklamasi PT BBS, di perairan Gudang Lelang, perairan Pelabuhan Peti Kemas, dan pantai Puri Gading.

Bahkan di perairan sekitar lahan reklamasi PT BBS Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009 B-30 kandungan Cd telah mencapai 0,026 ppm atau sekitar 26 kali lipat dari baku mutu yang ditetapkan.

Bandar Lampung sendiri memiliki centra penjualan ikan teri dan asin di Pulau Pasaran dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Lempasing. Para penjual mengaku, ikan yang mereka jajakan berasal dari Labuhan Maringgai. Namun hasil penelitian menunjukan kondisi ikan yang sudah tercemar.

Kondisi ini tentu tak bisa dibiarkan terus menerus. Apalagi Gubernur Lampung mulai Muhammad Ridho Ficardo hingga Arinal Djunaidi telah mengkampanyekan gerakan makan ikan.

Bahkan Gubernur Arinal menyebut Gerakan Memasyarakatkan Ikan sebagai Gemarikan. Tujuan gerakan ini untuk membangkitkan sektor perikanan demi mewujudkan Rakyat Lampung Berjaya. Itu disampaikannya saat peringatan Hari Ikan Nasional (Harkanas) ke-8 tahun 2021 di Lapangan Saburai, Enggal, Bandar Lampung.

Namun amat disayangkan momentum baik ini justru diimbangi perairan pesisir Bandar Lampung yang tercemar serta diimbangi keterpurukan pendapatan nelayan.

Dr. Indra Gumai mengatakan, hasil tangkap rajungan di laut timur Lampung pun terus menurun akibat overfishing.

Kompleksitas masalah laut Lampung ini perlu solusi karena kekayaan alam ini akan habis dan berimbas bagi pendatapan. Percuma para pakar menciptakan teknologi mutakhir tapi hasil lautnya nihil.

Pengawasan luat mesti diterapkan. Selain itu, para nelayan pun mesti menyadari betapa penting menjaga ekosistem laut. Mereka mesti sadar pentingnya mengembalikan benih dan yang tak perlu dijual agar populasi hewan laut terus memberi pendapatan.

Permasalahan hasil laut sebagai ladang pendapatan serta nutrisi masyarakat ini benar-benar kompleks.

Cumi yang terlihat besar jadi mengecil setelah digoreng. Ini salah satu kenakalan para pedagang. Ibaratnya cumi ini sapi gelonggong.

Karena itu laut dan pasarnya pun memerlukan pengawasan. Namun yang lebih penting adalah kesadaran pengawas, nelayan serta pedagang juga kontrol masyarakat. Jangan karena dalih ekonomi, kita mengabaikan kekayaan serta biota laut.

Dr. Indra pernah secara budidaya mengusir nelayan bom ikan yang beraksi di perairan Pahawang. Waktu itu dia menerapkan program KJA.

Para nelayan yang melakukan KJA jadi lebih sadar akan hasil mereka. Ketika ada nelayan bom ikan hendak beraksi, mereka punya alasan melaran dan jadi berani. Mau tak mau nelayan bom ikan pindah haluan. Kini berkat KJA dan larangan nelayan kedapa pengebom, Pahawang menjelma pulau Destinasi Wisata yang menjajakan kekayaan laut. Orang-orang yang datang mudah merasakan nikmatnya santapan hasil tangkap dan budidaya nelayan.

(Alfa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *