Opini  

Peraturan Pengeloaan Sedimentasi Laut Ancam Ekosistem Nelayan

Peraturan pemerintah ini juga dirasa Walhi kontradiktif terhadap komitmen Indonesia untuk menekan laju perubahan iklim ekstrim.

Muhammad Alfariezie

Monevonline.com, Ekosistem laut provinsi Lampung terutama yang berada di wilayah pantai timur terancam kerusakan lingkungan atas legitimasi pertambangan pasir melalui Peraturan Pemerintah (PP) 26 tahun 2023.

Ketua Walhi Lampung Irfan Tri Musri mengatakan pada Sabtu, 22 Juli 2023. Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang sedimentasi pengelolaan laut di kawasan Indonesia, termasuk di dalamnya ialah provinsi Lampung.

Selain melegitimasi pasir laut Indonesia ke luar negeri, PP ini dikhawatirkan memperparah kerusakan ekosistem laut dan memicu konflik di kawasan pesisir,” tuturnya.

Peraturan pemerintah ini juga dirasa Walhi kontradiktif terhadap komitmen Indonesia untuk menekan laju perubahan iklim ekstrim. Dirasa Walhi, PP ini bukan hanya akan menimbulkan abrasi pesisir atau pantai di sekitar lokasi pertambangan pasir, tapi juga—

Bahkan menghilangkan cadangan karbon di wilayah pesisir yang selama ini digaungkan pemerintah sebagai blue karbon.

Apa itu blue karbon? Karbon biru adalah istilah yang digunakan untuk cadangan emisi karbon yang diserap, disimpan dan dilepaskan ekosistem pesisir dan laut.

Cadangan blue karbon di kawasan pesisir sangat penting, karena dalam jangka panjang penyerapan dan penyimpanan karbon yang baik dan terjaga akan berguna untuk membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

Lampung sendiri, sebagai kawasan yang memiliki kawasan pesisir memiliki ragam kekayaan yang telah bermanfaat bagi khalayak ramai. Sebut saja rajungan yang telah menjadi komoditi ekspor sampai ke Amerika Serikat.

Akan tetapi Walhi menilai potensi perikanan dan kelautan Lampung bakal terancam konflik akibat muncul PP tersebut.

Dalam sosiasilasinya, disebutkan wilayah-wilayah yang dijadikan objek dalam pengelolaan sedimentasi adalah area-area macam pasir timbul. Berdasar keterangan nelayan, area tersebut merupakan lokasi gosong yang merupakan habitat perikanan termasuk kepiting dan rajungan.

Menurut versi atau bahasa nelayan, objek pengelolaan sedimentasi itu adalah lokasi gosong yang menjadi habitat perikanan, termasuk kepiting dan rajungan yang menjadikan Lampung masuk tiga besar di Indonesia,” kata Irfan Tri Musri.

Lampung sebagai provinsi yang dikelilingi lautan sudah menjadi daerah penghasil rajungan terbaik pada tahun 2022. Gubernur Lampung Arinal Djunaidi pernah mengatakan pada Selasa, 24 Mei 2022. Lampung menjadi inisiatif pengelolaan perikanan rajungan berkelanjutan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Industri perikanan rajungan menjadi komoditas yang dapat diandalkan untuk menopang mata pencaharian masyarakat, tidak hanya nelayan, tetapi juga seluruh rantai nilai yang terkait.

Tapi Arinal juga mengakui stok sumber daya rajungan di perairan Lampung semakin mengalami tekanan akibat penangkapan ikan secara berlebihan, limbah domestik rumah tangga. pencemaran, dan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

Nah ditambah lagi atas keterangan Walhi tentang kemunculan PP 26 tahun 2023 yang dapat merusak ekosistem kelautan akibat pertambangan pasir yang bisa jadi dikelola investor-investor asing.

Bicara keuntungan, Walhi Lampung berpendapat, aktifitas nelayan lebih menguntungkan dari tambang pasir karena keuntungannya dapat dirasakan nelayan dan masyarakat luas sedangkan pertambangan hanya dimanfaatkan perusahaan-perusahaan, dan dikhawatirkan dikelola investor asing.

Selain itu, negara hanya mendapat keuntungan kecil dan akan mengeluarkan biaya banyak untuk pemulihan lingkungan akibat pertambangan.

Jelas lebih menguntungkan aktifitas nelayan daripada tambang pasir. Enggak cuma itu, negara juga hanya dapat keuntungan kuantitas kecil dari pertambangan dan negara mesti mengeluarkan biaya yang enggak sedikit untuk pemulihan lingkungan sedangkan dampak yang luar biasa akibat pertambangan pasir tentu akan dirasakan nelayan,” kata Irfan.

Walhi meminta pemerintah dalam hal itu Menteri Kelautan dan Perikanan serta Presiden dapat mencabut atau menghapus PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan sedimentasi laut.

Sikap kita itu, karena ini sangat bertentangan dengan aktifitas kawan-kawan nelayan dan bakal memberikan dampak yang sangat besar terhadap nelayan dan juga lingkungan,” ungkap Irfan.

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *