MONEVONLINE.COM – Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin mengatakan rencana pemerintah memungut Pajak Pertambangan Nilai (PPN) sekolah merupakan bentuk komersialisasi sektor pendidikan. Toto khawatir pendidikan akan semakin mahal dan sulit diakses masyarakat bawah.
Diketahui, sekolah yang dikenakan PPN hanya sekolah tertentu yang bersifat komersial. Sementara itu untuk sekolah negeri tertentu, yang selama ini banyak dinikmati masyarakat, PPN tak akan diberlakukan.
Toto mengatakan pemerintah tak bisa begitu saja memberlakukan PPN kepada sekolah swasta. Ia menyebut peran swasta dalam pendidikan di Indonesia tergolong masif di jenjang tertentu.
Menurutnya, proporsi sekolah swasta di jenjang pendidikan menengah lebih dominan ketimbang sekolah negeri. Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mencatat jumlah SMA swasta di 34 provinsi mencapai 15,6 ribu atau dua kali lipat dari jumlah SMA negeri, yakni 7,7 ribu sekolah.
Ketimpangan tersebut juga didapati di jenjang SMK, yakni ada 10,7 ribu SMK swasta dan hanya 3,6 ribu SMK negeri di penjuru Indonesia.
Perbedaan proporsi tersebut berangsur menipis seiring dengan semakin kecilnya jenjang pendidikan. Seperti di jenjang SMP, ada 34,8 ribu SMP swasta dan 25,2 ribu SMP negeri. Sementara di jenjang pendidikan dasar, SD negeri jumlahnya jauh lebih banyak, yakni 132,9 ribu, dibanding SD swasta yang jumlahnya hanya 42,6 ribu.
Totok mengatakan situasi ini menunjukkan negara hanya mampu memenuhi tanggung jawab pendidikan warga sampai jenjang pendidikan dasar. Sedangkan kontribusi swasta mengambil alih tugas pemenuhan pendidikan di jenjang selanjutnya.
“Peran swasta ini hendaknya dianggap kontribusi warga untuk membantu memenuhi tanggung jawab negara yang belum selesai. Ketika swasta berinisiasi membantu, kenapa mesti dipajakin,” ujarnya, Kamis (17/6).
Alih-alih memungut pajak di sektor pendidikan, Totok menyarankan pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap sekolah swasta yang menarik biaya terlalu mahal. Ia pun khawatir pemungutan pajak hanya akan memperparah penarikan biaya pendidikan yang terlalu tinggi.
Toto menyebut komersialisasi pendidikan bisa berbahaya karena pemerataan fasilitas dan kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah. Menurutnya, nantinya pendidikan berkualitas hanya bisa diakses masyarakat ekonomi menengah dan keatas.
Secara tak langsung, Totok mengatakan kondisi ini juga akan memunculkan sekolah unggulan. Sehingga menyebabkan adanya ketimpangan kualitas bagi sekolah yang berbayar mahal dan sekolah dengan biaya murah atau gratis.
Sebelumya, rencana pemerintah memungut PPN pada sekolah tertera dalam draf revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam draf tersebut, pemerintah menghapus jasa pendidikan dari kategori jasa yang tidak dikenai PPN. Pada UU KUP yang saat ini berlaku, jasa pendidikan masuk kategori jasa bebas PPN sehingga dibebaskan dari pajak.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim berjanji akan mengkaji rencana pemungutan PPN dari jasa pendidikan atau sekolah. Nadiem memastikan akan membawa perdebatan yang telah terjadi terkait rencana pemungutan PPN dari sekolah itu dalam pembahasan di internal pemerintah.
“Untuk sekolah itu tentunya akan kami kaji, karena tentunya kami harus mendalam dahulu untuk melihat situasinya,” kata Nadiem dalam Rapat Kerja yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (15/6).