Ratusan Kades Terjerat Korupsi, Astra Tandang Nilai Tuntutan Tambah Masa Jabatan Rusak Konsolidasi Demokrasi

Monevonline.com, Tuntutan perpanjang masa jabatan Kepala Desa menjadi sembilan tahun memantik kontroversi publik.

Permintaan menambah masa jabatan kades dinilai kurang menyesuaikan kinerja. Sebab para kades belum bisa memberi transparansi laporan keuangan atau anggaran. Bahkan lebih dari 500 kades terjerat kasus korupsi.

Pemerhati politik lokal, Astra Tandang menilai tuntutan para kades tersebut berlebihan dan merusak konsolidasi demokrasi di tingkat lokal desa.

Wacana perubahan masa jabatan kades boleh-boleh saja dikaji. Namun, tuntutan dari 6 tahun menjadi 9 tahun dalam satu periodesasi itu berlebihan,” ucap Astra.

Menurut Astra, dengan berbagai persoalan yang ada di desa selama ini, para kades harus berbenah.

Tansparansi anggaran selama ini di desa selalu jadi masalah. Per September 2022 saja, KPK mencatat 686 kades yang terjerat korupsi“. Ini bisa saja bertambah jika jabatan diperpanjang karena peluang abuse of power itu tinggi.

Ketakutan lain menurut Astra, tuntutan perpanjangan masa jabatan para kades jelang Pemilu 2024 ini akan bias dengan kepentingan tertentu.

Perbincangan masa jabatan ini berharap tidak bias untuk kepentingan tertentu. Baik untuk membangun jaringan oligarki di tingkat lokal atau menguras Dana Desa untuk membiayai Pemilu,” terang Astra.

Ketakutan Astra cukup beralasan, karena menurutnya pilkades sekarang ini dipaksa masuk ke rezim pemilu yang sayarat dengan money politic dan kuasa partai politik.

Menyikapi wacana ini, Astra mengusulkan dua opsi. Pertama, jabatan kades cukup satu periode selama 6-7 tahun. Kedua, masa jabatan tetap 6 tahun dan boleh dipilih berkali-kali, namun tidak boleh berturut-turut.

Pertimbangan dua opsi ini, ujar Astra, terkait dengan manajemen penyelengaraan pemerintah desa dan efektivitas pemerintah desa. Jika pemilihan kades diikuti inkumben, ujar dia, berpotensi terjadi penyelewengan kekuasaan yang menggunakan instrumen pemerintahan desa untuk memuluskan langkah terpilih kembali.

Terkait efektivitas pemerintah desa kalau seperti sekarang tidak efektif. Di awal pemerintahan itu masih sibuk ngurus bongkar pasang aparat desa. Lalu dua tahun menjelang berakhir, sudah sibuk untuk nyalon lagi sehingga tidak fokus untuk kerja. Jadi lebih baik tidak ada incumbent,” tutup pria kelahiran Manggarai Timur, NTT itu.

(Alfa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *