MONEVONLINE.COM – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan bahwa guru pendidikan agama tidak diperbolehkan untuk menetapkan atribut agama sebagai sebuah kewajiban di dalam pelajarannya. Hal itu pun mendapatkan tanggapan dari Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G).
“Sebagai salah satu organisasi guru, kami Perhimpunan Guru sangat kecewa dengan pernyataan (Dirjen PAUD Dikdasmen) Pak Jumeri. Kami menilai pernyataan Kemendikbud itu offside, justru bertentangan dengan semangat SKB 3 Menteri itu sendiri,” ungkap Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim dalam keterangannya kepada JawaPos.com, Jumat (12/2).
Hal ini, kata dia membuat para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) resah, mengingat adanya Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran PAI dalam struktur kurikulum sekolah, yang justru memuat tentang materi mengenakan penutup aurat dan atribut keagamaan Islam lainnya.
Seperti ketika belajar Al-Quran, para siswa wajib mengenakan jilbab atau selama pembelajaran PAI berlangsung, guru-guru akan meminta siswa atau siswinya mengenakan atribut keagamaan seperti jilbab, peci dan membawa kitab suci.
“Kewajiban penggunaan atribut keagamaan dalam proses pembelajaran agama ini juga saya rasa ada dalam kompetensi mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu atau Aliran Kepercayaan,” lanjutnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Jumeri mengingatkan bahwa SKB Tiga Menteri ini tidak melarang atau mewajibkan pemakaian atribut agama. Oleh karena itu, ia memberitahukan, tugas guru pendidikan agama adalah untuk mengayomi para peserta didiknya agar lebih memahami agama. Tidak boleh dengan paksaan.
“Tugas guru agama adalah memang mengajarkan secara kognitif materi-materi yang terkait agama dan diharapkan ajaran itu dipraktekkan oleh anak-anak dan menjadi sikap yang baik,” jelas dia dalam Bincang Pendidikan dan Kebudayaan, Kamis (11/2) sore.
“Kalau memaksakan tidak boleh, kalau membangun kesadaran, anak-anak lebih mudah diberikan informasi dan mudah memahami dan mempraktekkan. Itu kehebatan seorang guru, tapi jangan memaksa, berikan kebebasan dan empati, nanti hasilnya juga akan lebih baik dibandingkan memaksanakan,” tutur dia.(red)