MONEVONLINE.COM, Jakarta – Untuk meningkatkan partisipasi publik di Pilkada Serentak 2020 di tengah Pandemi Virus Corona, Koalisi Masyarakat Sipil melaunching ‘Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat’.
“Sejauh pelaksanaan Pilkada itu mematuhi dan menjalankan protokol-protokol kesehatan penanganan pandemi COVID-19, karena kan makin ke sini kita makin tahu sebenarnya karakter virusnya dan karena itu sepertinya nggak perlu terlalu banyak khawatir dan takut,” kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw, yang ditayangkan di YouTube Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Jumat (14/8/2020).
“Jadi launching Pilkada sehat ini sebetulnya ingin juga membangun optimisme publik dan menghilangkan kekhawatiran dan ketakutan yang mungkin menghantui masyarakat kita karena menjalankan tahapan-tahapan Pilkada,” imbuhnya.
Selain itu dia menyampaikan ada 5 poin penting agar melaksanakan Pilkada sehat, pertama memastikan pemilih maupun penyelenggara dan peserta Pilkada sehat, kedua menggunakan peralatan terkait protokol COVID-19 seperti hand sanitizer dan masker, ketiga disiplin protokol kesehatan dalam menjalankan tugas, keempat membiasakan diri hidup sehat, kelima membuat diri enjoy dan tidak terlalu panik dan enjoy.
“Pilkada itu memang mengharuskan orang berkumpul, sementara protokol kesehatan salah satu yang penting dikemukakan itu jaga jarak. Nah ini juga yang membuat kenapa kemudian kami berpikir melaunching Pilkada sehat. Jadi pertama Pilkada sehat ini memang ingin, menegaskan bahwa, kita bisa menjalankan Pilkada berkualitas yang demokratis, meskipun dalam situasi pandemi COVID-19,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menyoroti terkait PKPU nomor 6 tahun 2020 tentang pelaksanaan Pilkada lanjutan dalam kondisi bencana non-alam COVID-19. Lucius menilai PKPU itu belum menjawab tuntas terkait potensi pelanggaran protokol kesehatan pada saat kampanye terbuka.
“Jika sekarang punya PKPU nomor 6 tahun 2020 yang secara garis besar sudah mengakomodasi bagian ketentuan dari protokol kesehatan dalam seluruh rangkaian tahapan Pilkada. Hanya saja PKPU ini nampaknya belum bisa menjawab tuntas soal potensi-potensi penyimpangan dari protokol yang mungkin akan terjadi dalam rangkaian tahapan Pilkada,” ujar Lucius.
Ia mengatakan dalam PKPU itu kampanye terbuka sejatinya membatasi jumlah peserta yaitu 50 persen dari kapasitas ruang kampanye. Akan tetapi, Lucius menyayangkan tidak ada batasan secara tegas berapa jumlah peserta kampanye yang boleh hadir maksimal dalam kampanye terbuka.
Ia menilai jumlah peserta kampanye terbuka yang ideal mestinya dibatasi maksimal 50 orang. Selain itu ada pula potensi peserta kampanye tertular COVID-19 selama dalam perjalanan menuju tempat kampanye terbuka.
“Saya kira PKPU harus sejak awal menegaskan misalnya batasan 50 orang itu paling realistis, karena kalau tidak, bagaimana membayangkan rapat bersama yang dilakukan di stadion. Mungkin saja kita bisa mengatur orang-orang yang terlanjur berada di lapangan bagaimana jaga jarak, pakai masker dan hand sanitizer,” ungkap Lucius.
“Tapi bagaimana menjamin orang-orang ini datang dari rumah masing-masing sampai stadion. Potensi penularan baru tinggi justru terjadi dalam rangkaian perjalanan karena orang dari rumah ke rumah yang lainnya. Terus misalnya mereka harus naik angkot menuju stadion, bagaimana bisa menjamin satu sama lain mengikuti protokol kesehatan,” ujarnya.
Acara tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh diantaranya Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, Direktur Puskapol UI Aditya Perdana, Direktur PARA Syndicate Ari Nurcahyo, Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz, Koordinator Nasional JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat) Alwan Ola Riantoby, Pengamat politik Exposit Strategic Arif Susanto, Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi. (net)