BANDARLAMPUNG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung dan Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung mendampingi korban pelecehan seksual.
Korban, diketahui merupakan RF (20), mantan staf Desa Rawa Selapan, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan. Sementara Kepala Desa (Kades) berinisial BAP diduga menjadi pelakunya.
Dengan terus berulangnya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan terjadi, Direktur LBH Bandarlampung, Chandra Muliawan, mengatakan bahwa seolah perempuan mengalami diskriminasi karena kekerasan seksual itu ketika dihadapkan hukum formal seperti bukti terkesan lemah.
Padahal, menurutnya dalam proses hukum pidana misalnya, laporan ada karena peristiwa. Seharusnya tugas penyidikan dan penyelidikan aparat penegak hukum yakni mencari apakah betul ada tindak pidananya.
“Kalau serta merta kekerasan seksual dianggap ini tidak bisa karena tidak ada bukti dan saksi, nah ini yang kemudian menjadikan kasus kekerasan seksual tidak pernah terungkap. Akhirnya, perempuan hanya menjadi korban pelecehan seksual terus selamanya,” kata Chandra, Rabu (10/3).
Menurut Chandra, jika proses penegakan hukum apabila sedari awal itu ada saksi dan bukti yang jelas, apa fungsinya proses penyelidikan? Sebab menurutnya proses penyelidikan adalah mencari, apakah yang dilaporkan atau diadukan memiliki tindak pidana.
“Maka itu harus dicari dulu. Kemudian penyidikan, apakah peristiwa itu dinyatakan pidana. Lalu dicarikan siapa pelakunya yang diminta pertanggungjawaban. Sehingga kasus pelecehan seksual dalam mencari keadilan, dan disitulah kendalanya,” tegasnya.
Dia menambahkan, kasus kekerasan seksual perempuan dan anak di Lampung ini seperti gunung es, hal itu berdasarkan dengan adanya banyak temuan yang terjadi salah satunya keengganan korban untuk melaporkan atau membuka dan itukan butuh keyakinan sendiri bagi korban untuk mengungkapkannya.
Apalagi korban RF ini sudah mengungkapkan kejadian yang menimpa kalau dirinya korban pelecehan seksual, mestinya harus segera direspon cepat.
“Butuh keyakinan yang luar biasa dalam diri dia (RF) itu, dan ini mesti disikapi oleh seluruh unsur penegak hukum. Karena tidak gampang korban mengakui kalau dirinya korban kekerasan seksual, itu harus diapresiasi dan penegak hukum harus segera melakukan penyelidikan,” jelasnya.
Sementara Direktur Lembaga advokasi perempuan DAMAR Lampung, Ana Yunita mengatakan, dirinya sudah menerima laporan dugaan pelecehan seksual terhadap korban RF tersebut, dan Selasa kemarin korban didampingi kerabatnya sudah datang ke kantor Damar bertemu langsung dengan tim kasus dari Damar.
“Untuk sementara ini, bimbingan konseling itu dulu yang harus tindaklanjuti. Kedepannya seperti apa, nanti akan kita komunikasikan lagi,” ungkapnya. (*)